SPIRITUALITAS KRISTIANI
Kalau anda serius ingin mendalami hidup rohani atau batiniah anda sebagai orang Katolik, tampaknya, ada satu buku yang tak boleh anda lewatkan untuk membacanya sebelum anda menjatuhkan pilihan pada satu cara tertentu dalam upaya pendalaman hidup rohani tersebut. Buku itu berjudul: “Spiritualitas Kristiani: Pemekaran Hidup Rohani Selama Dua Puluh Abad”, yang ditulis oleh Adolf Heuken, SJ (Jakarta: 2002). Mengenai isi buku tersebut, Romo Heuken sendiri misalnya menulis:
“Pada awal Kitab Suci, dalam Kitab Kejadian, ditulis bahwa Roh Allah melayang-layang di atas permukaan alam semesta untuk membentuknya menjadi tempat kediaman bagi segala mahluk, khususnya bagi manusia. Pada awal Injil Lukas dikemukakan, bahwa Roh Allah menaungi Perawan Maria, sehingga mengandung Sabda Allah dan melahirkanNya sebagai Jesus. Pada awal Kisah Para Rasul, Roh Kudus turun atas kedua belas Rasul seperti pernah dijanjikan Jesus dan menjadikan mereka lembaga GerejaNya. Roh Allah adalah awal segala kehidupan yang menjurus pada hidup rohani anak-anak Allah yang abadi.
Kehidupan rohani atau spiritualitas tidak lain daripada mengamalkan daya Roh Allah-Putera dalam diri kita, supaya kita berkembang menjadi citra Allah, yang semakin sesuai dengan cita-cita Sang Pencipta. Roh ini mendorong setiap orang beriman dan menyanggupkannya untuk mencapai tahap ‘kedewasaannya dalam Kristus’. Tiada dua manusia yang sama. Demikian pula panggilan anak-anak Allah untuk hidup sempurna tidaklah sama. Allah mencita-citakan kita secara khas dan menuntun setiap orang secara khusus pula. Proses kehidupan ini adalah riwayat rohani kita masing-masing, yang berlangsung terus sampai kita di Hadirat Allah untuk selamanya.
Walaupun hidup rohani kita masing-masing bersifat pribadi dan unik, namun terdapat persamaan menurut kurun waktu, rahmat panggilan, cita-cita rohani dan bakat-bakat kodrati yang merupakan dasar manusiawi kita. Maka, dalam sejarah Gereja, kita menemukan tipe, gaya, ideal rohani, yang mewarnai suatu zaman, kelompok atau gerakan rohani. Buku ini memaparkan aneka tokoh, guru, cita-cita, ajran dan cara mengamalkan hidup rohani kita. Mengenal berbagai pola spiritualitas sangat bermanfaat untuk mengembangkan hidup rohani kita masing-masing sesuai panggilan kita.
Allah mewahyukan Diri secara sempurna dalam Jesus Kristus, SabdaNya kepada seluruh umat manusia itu. Wahyu yang satu dan sama ini kita terima dan kita amalkan dalam hidup masing-masing di bawah bimbingan Roh Kudus, sesuai tabiat serta talenta kita. Wahyu disampaikan kepada kita dalam bentuk bahasa dan konteks budaya yang beragam. Maka, cara mengamalkan iman sebagai jawaban kita atas wahyu ini pun bercorak berbeda. Itu wajar dan baik.
Tak seorang pun mulai dari titik nol. Sebelum kita dapat memilih apa pun, kita sudah dilahirkan ke dalam masyarakat, umat dan keluarga tertentu. Dan dalam kerangka ini kita berkembang menjadi pribadi. Sebelum kita sempat memutuskan sesuatu dengan bebas, banyak hal yang menyangkut kita sudah diputuskan. Orangtua kita memberikan tubuh dan pendidikan pertama, demikian pula bahasa dan kebudayaan tertentu ikut membentuk kepribadian kita. Selalu ada yang kita terima, dan yang mewarnai diri kita, sebelum kita sempat memilih dengan bebas arah jalan hidup kita. Maka, mau tak mau kita harus percaya pada bapak-ibu kita, pada guru dan teman kita, maupun kepada orang yang memperkenalkan wahyu kepada kita. Semuanya disampaikan kepada kita oleh orang dan lembaga yang menerimanya juga. Inilah tradisi, dan tradisi mempunyai sejarah. Mengenal sejarah itu membantu, agar kita jangan tenggelam ke dalam arus masa sekarang, khususnya dalam ‘mode rohani’ yang sedang berlaku.
Tradisi lebih penting daripada kita sangka. Bukan hanya nilai mulia seperti martabat manusia, kebebasan anak-anak Allah dan suara hati yang bertanggungjawab kepada Allah, yang diwariskan kepada kita, melainkan hal yang lebih fundamental lagi: Sabda Allah sampai kepada kita melalui tradisi: “Hal yang sangat penting telah Kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah Aku terima juga.” (1 Kor. 13, 3) Inilah proses menghantarkan iman dari generasi ke generasi. Melalui iman, yang diteruskan dalam umat beriman sepanjang sejarahnya, kita disambungkan pada ‘Sumber air hidup’ yang ialah Jesus Kristus (bdk. Yo. 4, 10 dst).
Antara sumber keselamatan dan kita yang hidup sekarang ini, tradisi mengalir, bagaikan suatu rantai menerima dan meneruskan. Yang diteruskan ini bukan sebuah paket ajaran, upacara serta norma yang baku, melainkan suatu jalinan hidup bersama dengan Kristus dalam Roh Kudus, Yang menghidupkan segala sesuatu menurut kekayaanNya yang tak terhingga. Iman yang hidup dinyalakan oleh teladan orang beriman. Tradisi bagaikan suatu proses penerjemahan hidup beriman dari masa lalu kepada masas sekarang, yang berlangsung dalam umat yang percaya akan Jesus Kristus. “Apa yang kamu miliki, kamu terima.” (1 Kor. 4, 7) S. Siprianus menegaskan ayat ini dengan berkata: “Tak seorang pun dapat menyebut Allah bapanya, jika ia tidak mengakui Gereja sebagai ibunya.”
Air arus tradisi yang menghubungkan kita dengan Sumber Keselamatan asali, mau tak mau tercemar juga dalam perjalanannya yang panjang. Maka, orang beriman tidak selalu puas dengan hidup rohani Gereja pada zamannya. Hal ini pun wajar, karena Gereja terdiri dari orang berdosa saja. Tetapi, ada sarana pemurnian. Ada saksi hidup iman yang segar. Inilah orang beriman yang membiarkan Toh Kudus menyemangati dan mentransformasikan seluruh hidup serta pikiran mereka. Mereka mengamalkan dan merumuskan iman kepercayaan, yang telah mereka terima itu secara murni namun baru dalam situasi hidup mereka itu. Tokoh-tokoh seperti ini diperkenalkan dalam buku ini. Maka, pantas kesaksian mereka disebut ‘sumber-sumber spiritualitas’ kita juga.
Tak seorang pun – betapa pun suci kehidupannya— dapat menggantikan ‘Sumber Hidup Rohani’ kita yang asli, yakni Jesus Kristus. Maka, guru-guru dan gerakan rohani masa lampau bukan sumber di samping Jesus dan InjilNya, melainkan orang seiman yang pernah menimba ‘air hidup dari arus tradisi imani dan dengan demikian menjadi orang ‘dari dalam hatinya akan mengalir air hidup’ juga (Yo. 7, 38). Tokoh dan guru rohani, gerakan dan aliran kebangkitan hidup rohani dalam sejarah Gereja bagaikan sarana pemurnian dan pembaharuan cara hidup sebagai orang beriman Kristiani.
Jesus dan amanatNya adalah sumber kehidupan rohani kita sebagai orang beriman. Guru-guru rohani yang dihidupkan oleh Roh Jesus sepanjang sejarah gerejaNya telah menerjemahkan apa yang telah mereka timba dari Jesus itu ke dalam hidup mereka secara tepat. Hidup dan ajaran mereka sebaiknya kita gunakan sebagai inspirasi dan teladan bagi hidup rohani kita.
Penting bagi kita untuk mengenal orang-orang yang pantas disebut guru hidup rohani dalam sejarah Gereja. Bukan hanya karena mereka menarik dan menginspirasikan kita. Pengetahuan tentang khazanah kaya hidup beriman, yang tampak dalam hidup serta ajaran banyak orang yang mengamalkan rahmat ilahi secara khas, melindungi kita dari kehidupan rohani yang sedang mode, namun dangkal atau tercemar. Untuk menilai sifat sejati hidup rohani, kita memerlukan suatu ukuran, yang dapat kita ambil dari khazanah rohani Gereja kita. Mempelajari tradisi bukan pandangan ke arah masa lalu. Tradisi adalah prasyarat untuk meneruskan yang selamanya berlaku secara kreatif di masa kita.
Semoga buku padat ini menimbulkan selera bagi para pembaca untuk mengenal secara lebih mendalam guru-guru atau ajaran hidup rohani yang menarik bagi anda. Sumber-sumber ini kaya akan air kehidupan rohani yang sejati.” (h. 7-9)
Dari buku “Spiritualitas Kristiani: Pemekaran Hidup Rohani Selama Dua Puluh Abad” ini kita mendapat gambaran betapa semarak dan kayanya Tradisi Hidup Rohani Gereja kita. Amat disayangkan jika semuanya itu tidak sempat dikenali, digali dan didayagunakan oleh kebanyakan umat dalam hidup menggereja kita dewasa ini. (*/dack)
5,372 total views, 3 views today
Ketua Komsos Paroki St Ignatius Loyola Semplak Bogor Periode 2019-2022