YOU ARE NOT WHAT YOU OWN
Ditulis oleh: Felix Rahno Armunanto
RESENSI BUKU
Judul | Memahami dan Memperlakukan HARTA MILIK SECARA ALKITABIAH |
Pengarang | Alfons Jehadut |
Isi | 149 halaman |
Penerbit | Lembaga Biblika Indonesia |
Tahun | 2018 |
Dunia kita kini berada dalam budaya dan mental materialistis. Sadar atau tidak sadar, dasar identitas dan relasi kita dengan orang lain kini dibentuk dan dibangun oleh materi yang kita miliki. Rumah yang kita diami, pakaian, perhiasan, kendaraan dan bahkan handphone yang kita miliki membentuk dasar identitas diri dan relasi kita dengan orang lain. Padahal kita bukanlah apa yang kita miliki, “You are not what you own”, demikian latar belakang penulis mengangkat tema ini secara khusus. Bagi kita, kajian ini sangat menarik, dapat menjadi sebuah bahan refleksi untuk memahami dan membantu menentukan tindakan dalam memperlakukan harta milik.
Melalui tulisannya, Penulis ingin menawarkan nilai-nilai injili dalam memahami dan memperlakukan harta milik di tengah arus budaya materialisme jaman modern. Untuk mempelajari lebih lanjut tema ini, Penulis menggali Injil Lukas dan Kisah Para Rasul, Surat-surat Paulus, dekalog 10 Perintah Allah dan ditutup dengan menyoroti gagasan teologis biblis vs ideologi pasar tentang uang dan harta milik.
Apabila membaca injil Lukas, dapat kita tangkap bahwa orang miskin diperhatikan secara khusus dan istimewa oleh Allah. Pada bagian awal injilnya, dapat kita temukan nyanyian pujian Maria Luk 1: 48-53), karena Allah telah memperhatikan kerendahan hambanya, Allah telah melakukan perbuatan besar baginya serta telah memperlihatkan kuasa-Nya. Di bagian lain dapat kita temukan perhatian Allah terhadap orang miskin dalam: Khotbah Yesus di sinagoga Nazareth (Luk 4: 16-30), Sabda bahagia Yesus (Luk 6: 20-26), Jawaban Yesus bagi utusan Yohanes Pembaptis (Luk 7: 20-22), Perumpamaan perjamuan (Luk 14: 15-24) dan Perumpamaan seorang kaya dan Lazarus yang miskin (Luk 16: 19-31).
Bagaimana sikap dan tindakan Yesus terhadap harta kekayaan? Para murid dituntut untuk berkomitmen total dan bersikap lepas-bebas dari kelekatan harta milik. Yesus meminta untuk meninggalkan segala sesuatu (Luk 5: 11), meninggalkan sanak keluarga dan memikul salib (Luk 14: 25-35), melepaskan diri dari kelekatan harta milik (Luk 14: 33), serta memberi sedekah bagi orang miskin (Luk 11:41; 12:33)
Dalam injil Lukas juga kita temukan beberapa pemahaman lain, yakni: Tidak semua murid Yesus menjual segala harta miliknya. Sekelompok perempuan melayani Yesus dan para murid-Nya dengan kekayaan atau harta milik mereka sendiri (Luk 8: 1-3), Para murid menjalankan misi tanpa dan dengan harta milik (Luk 9:3-5), serta harta milik untuk kepentingan bersama (Kis 2: 44-45).
Beralih ke Surat-surat Paulus, bagaimana sikap dan tindakah Rasul Paulus terhadap harta milik? Pengumpulan sumbangan mendapat perhatian penting dalam karya pelayanannya, sebab disebutkan dalam 4 suratnya, yakni: Roma (15:25-32), Galatia (2:10), 1 Korintus (16:1-4) dan 2 Korintus (8-9).
Bagaimana Paulus berbicara tentang Pengumpulan sumbangan bagi jemaat miskin di Yerusalem ( 2Kor 8: 1-24)? Paulus memulai ajakan untuk mengumpulkan sumbangan dengan mengangkat contoh dan teladan kemurahan hati jemaat Makedonia (2 Kor 8:1-7), kemudian merefleksikannya pada contoh dan teladan pemberian diri Tuhan Yesus Kristus (2 Kor 8:8-15) dan diakhiri dengan mengorganisasikan pengumpulan sumbangan dengan mengutus Titus dan 2 saudara lainnya (2 Kor 8:16-24).
Selanjutnya Paulus memberikan landasan teologis dan buah-buahnya (2 Kor 9:1-15). Pertama-tama Paulus memberi motivasi untuk bermurah hati (2 Kor 9: 1-5), sebab Allah adalah sumber dari kemurahan hati (2 Kor 9: 6-10) dan mengakhiri seruannya dengan menyebutkan buah-buah dari kemurahan hati (2 Kor 9: 11-15).
Beralih pada perintah atau firman Allah yang terakhir dalam 10 perintah Allah “Jangan mengingini harta milik orang lain” (bdk Kel 20:17). Kata kerja ‘mengingini’ dapat dipandang sebagai akar dari segala kejahatan dan dosa, karena sebelum kejahatan dan dosa dilakukan, biasanya diawali oleh adanya dorongan batiniah yang lahir dari suatu keinginan. Perintah atau firman ini diangkat dengan maksud agar akar dari segala ketamakan terhadap uang dan harta milik lainnya dicabut, sehingga terciptalah kehidupan bersama yang lebih baik.
Momen inti dari pengalaman umat Israel di padang gurun adalah pewahyuan sejumlah perintah dan kehendak Allah bagi mereka yang baru saja dibebaskan-Nya dari perbudakan di Mesir. Dimulai dengan Allah menampakkan diri kepada Musa (Kel 3:1-2), dilanjutkan pewahyuan Sepuluh Perintah Allah yang menjadi pondasi bagi hukum dan ketetapan lainnya (Kel 20:1-17), dan pada Perintah Allah yang ke-10 disebutkan “Jangan mengingini rumah sesamamu, jangan mengingini isterinya atau hambanya laki-laki atau hambanya perempuan atau lembunya atau keledainya atau apa pun yang dipunyai sesamamu” (Kel 20: 17). Perintah ke-10 ini dianggap sangat berbeda, karena 9 perintah lainnya berhubungan secara jelas dengan tindakan, namun perintah ke-10 berhubungan dengan sikap hati atau batin.
Pada bagian akhir, penulis meringkas kembali gagasan teologi biblis tentang uang dan harta milik. Pandangan teologi biblis tentang uang dan harta milik antara lain: (1) Uang dan harta benda merupakan karunia Allah, (2) Uang dan harta milik diterima sebagai ganjaran bagi ketaatan, (3) Uang dan harta lainnya milik Allah dan dipercayakan kepada manusia, (4) Uang dan harta milik dapat menjadi sumber ketidakadilan sosial, (5) Uang dan harta milik digunakan untuk kepentingan Bersama, (6) Uang dan harta milik adalah godaan yang mengarah pada penyembahan berhala.
Pandangan teologi biblis tentang uang dan harta milik ternyata berseberangan dengan ideologi pasar bebas. Terkait dengan masing-masing poin di atas, secara ringkas ada beberapa kontras: (1) Ideologi pasar yang tidak mengakui adanya anugerah, karena keyakinan bahwa ‘tidak ada makan siang gratis’ (no free lunch), (2) Sistem dalam ideologi pasar adalah memberi ganjaran bagi yang produktif sedang pihak yang tidak produktif wajar untuk dikucilkan, (3) Ideologi pasar menganggap bahwa harta sebagai milik pribadi yang digunakan untuk kepentingan sendiri, (4) Ideologi pasar menganggap bahwa harta kekayaan bersifat otonom, tidak ada hubungannya dengan hak masyarakat dan tidak ada kaitannya dengan masalah keadilan sosial (5) Pasar tidak melihat sesama sebagai saudara tetapi saingan, (6) Sistem ekonomi pasar melihat uang dan harta benda sebagai sesuatu yang tidak bergerak dan obyek yang netral tanpa dosa.
Sebagai penutup, setelah menggali sumber-sumber alkitab untuk memahami dan memperlakukan harta milik, penulis mengajak kita untuk berpikir lebih jernih dan jujur tentang uang dan harta benda lainnya di tengah arus kuat materialisme jaman ini.
—- o0o —
2,180 total views, 3 views today
Ketua Komsos Paroki St Ignatius Loyola Semplak Bogor Periode 2019-2022