KAMPUNG ASAL YESUS
oleh: Michael Dhadack Pambrastho
0. PENGANTAR
Boleh jadi Yesus Kristus adalah pribadi yang paling berpengaruh dalam sejarah. Ia lahir, hidup, dan wafat di Palestina, daerah pinggiran Kekaisaran Roma. Ia tampil di depan umum hanya selama 3 tahun terakhir hidupnya. Warisan-Nya adalah menempatkan dasar-dasar di mana Kekristenan didirikan dan membentuk pengikut-pengikut di seluruh dunia.
Selama lebih dari 2.000 tahun, Yesus dari Nazaret telah menjadi figur yang sangat penting dalam sejarah manusia. Sepanjang waktu itu, agama Kristen, yang didirikan berdasarkan hidup dan ajaran Yesus, telah menarik orang yang tak terhitung jumlahnya untuk menerima Yesus sebagai Anak Allah dan Penyelamat dunia. Dewasa ini orang Kristen menyebar di seluruh dunia, jumlanya barangkali lebih 2 milyar – 30 % dari total penduduk dunia.
Apa yang kita ketahui tentang Yesus dari Nazaret sebagian besar berasal dari keempat Injil dalam Perjanjian Baru. Dua dari Injil itu, yakni Matius dan Lukas, menyatakan kepada kita bahwa Yesus lahir di Betlehem pada tahun 5 atau 4 BCE.
Betlehem adalah sebuah kampung kecil di Palestina, sebuah daerah kecil di pinggiran timur Kekaisaran Roma. Luasnya tidak lebih 13.000 km2.
Orang-orang Yahudi yang tinggal di situ telah jatuh di bawah penjajahan Roma pada tahun 63 BCE, dan karenanya tidak menikmati alam kemerdekaan. Mereka sungguh merindukan datangnya Mesias, utusan yang telah dijanjikan dalam kitab suci mereka. Banyak dari mereka berharap bahwa Yesus, dalam waktu singkat, adalah jawaban pemberian Allah atas doa-doa mereka.
Yesus beranjak dewasa di kampung Nazaret dan bekerja bersama ayah-Nya sebagai tukang kayu. Itu berlangsung sampai Yohanes Pembaptis, sepupu-Nya, mulai berkhotbah dan membaptis di pinggir Sungai Yordan. Suatu hari, Yesus muncul dari kerumunan penonton, dibaptis oleh Yohanes, dan memulai pelayangan-Nya di depan publik, barangkali pada tahun 29. Kita tidak tahu berapa lama pelayanan ini berlangsung karena para penulis Injil tidak meninggalkan petunjuk kronologis. Tetapi, kebanyakan ahli Perjanjian Baru meyakini bahwa itu berlangsung antara 1-3 tahun.
Selama waktu itu, Yesus menyembuhkan orang sakit dan membimbing ke-12 murid terpilih untuk melanjutkan karya-Nya. Sejak awal, Ia tampaknya merasa bahwa pelayanan-Nya akan berlangsung singkat. Pada awalnya, orang-orang memberikan tanggapan yang positif pada kuasa mengajar Yesus yang khas, tetapi Ia segera mendapatkan banyak musuh dari antara kelompok keagamaan yang ada di Palestina pada waktu itu. Secara diam-diam, mereka merencanakan pembunuhan atas diri-Nya dan berhasil merancang penahanan serta pemeriksaan pengadilan di hadapan Pontius Pilatus, Gubernur Roma, satu-satunya orang di Palestina yang mempunyai kuasa untuk menjatuhkan hukuman mati. Putusan itu jatuh dengan cepat dan Yesus wafat pada sekitar tahun 30/31.
Kisahnya tidak berakhir di situ. Semua pengarang Injil sepakat bahwa 3 hari kemudian, Yesus bangkit karena kuasa Allah. Kedua peristiwa itu, yakni wafat dan kebangkitan Yesus, merupakan inti pewartaan Gereja perdana dan telah menjadi pusat iman kristiani sejak itu.
- TANAH PALESTINA
Meskipun merupakan wilayah yang kecil sekali, Palestina pernah mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap sejarah keagamaan, termasuk Kekristenan.
Palestina, tanah air orang Yahudi, sangat kecil, berukuran panjang tidak lebih dari 230 km dan lebar (selebar-lebarnya) 80 km. Wilayah itu terletak di antara Laut Tengah dan padang gurun, pada titik pertemuan 3 benua – Eropa, Asia, dan Afrika. Hal itu membuat Palestina penting dari sisi perdagangan dan strategis, dan sejak zaman dahulu telah berfungsi sebagai daerah penyeberangan tempat para pedagang dan tantara lalu Lalang dengan bebas.
Ciri-ciri geografis Palestina yang paling penting adalah pesisir pantai, dataran Esdraelon, dataran tinggi tengah, belantara Yudea, dan Sungai Yordan.
1.1. Pesisir Pantai
Daerah pesisir pantai yang sempit ini terentang lebih dari 160 km dari Tirus dan Sidon di sebelah utara sampai di dataran Filistea di selatan. Di wilayah utara, lebarnya hanya 5 km, tetapi di selatan mencapai 40 km. Gunung Karmel membagi dua pesisir pantai ini. Yesus menghabiskan banyak waktu di utara, tempat Ia berjumpa denganseorang perempuan Syro-Fenisia dan menyembuhkan anaknya.
1.2. Daerah Esdraelon
Daerah di sebelah timur Gunung Karmel ini menjadi ajang peperangan dalam periode Perjanjian Lama. Yesus mengunjungi Nain untuk menghidupkan putra seorang janda.
1.3. Daerah Pegunungan
Ini merupakan deretan pegunungan di sebelah utara Galilea, tingginya hampir 1.200 m. Di sanalah, tepatnya di Nazaret, Yesus dibesarkan dan menghabiskan Sebagian besar hidup-Nya. Menurun ke arah Yerusalem, sebuah kota berdiri di atas 4 bukit, daerahnya menjadi lebih tandus. Barangkali Yesus berkunjung beberapa kali ke Yerusalem, sebuah tempat suci bagi semua orang Yahudi, sebelum menghabiskan hari-hari terakhir hidup-Nya di kota tersebut.
1.4. Belantara Yudea
Jalan dari Yerusalem ke Yerikho adalah latar bagi perumpamaan Yesus yang paling terkenal – tentang orang Samaria yang baik hati. Jalan itu sendiri menurun sekitar 1.800 m sepanjang 24 km perjalanan. Injil menyatakan bahwa Yohanes Pembaptis menghabiskan banyak waktunya di daerah belantara itu dan bahwa pencobaan atas Yesus juga terjadi di sana.
1.5. Lembah Yordan
Sungai Yordan mengalir ke Laut Mati lewat Danau Galilea, sebuah danau air tawar yang cukup besar. Sungai itu terletak di pantai barat danau, tempat Yesus menemukan murid-murid-Nya yang pertama, yang bekerja sebagai nelayan, dan menghabiskan hari-hari pertama pelayanan-Nya. Di bawah Danau Galilea, lembah Yordan menurun jauh ke Laut Mati, berada 360 km di bawah permukaan laut dan merupakan tempat hunian terendah.
2. GALILEA
2.1. Galilea menurut Michael Keene
Yesus menghabiskan sebagian besar hidupnya dan tahun-tahun pelayanan publik-Nya di dataran rendah Galilea. Sebagian besar perumpamaan Yesus yang terkenal mendapatkan inspirasi dari daerah itu. Banyak mukjizat-Nya juga terjadi di situ.
Pada zaman Yesus, Galilea adalah bagian Palestina yang paling utara. Galilea merupakan daerah yang berpenduduk padat dengan banyak kota dan desa – 204 menurut Yosefus, sejarawan Yahudi yang juga menjadi gubernur Roma di daerah itu. Kebanyakan orang tinggal di daerah-daerah pedesaan dan bekerja sebagai petani. Meskipun tanah itu kaya dan Danau Galilea menyediakan pasokan ikan yang banyak, daerah itu terkenal karena kemiskinannya. Mereka yang hidup di sana ditolak oleh orang-orang sezaman, mereka dianggap sebagai petani yang miskin dan dungu.
2.1.1. Danau Galilea
Di samping hasil pertanian, menangkap ikan di Danau Galilea merupakan sumber utama pekerjaan di Galilea. Danau ini berada di bawah permukaan laut dan dikelilingi oleh pegunungan – suatu kombinasi yang menimbulkan badai dan topan yang tiba-tiba, suatu peristiwa alam yang disebut beberapa kali daslam Injil. Itulah gambaran dari dua “ciri khas” mukjizat Yesus – meredaskan badai dan berjalan di atas air. Yesus juga mendapatkan keempat murid-Nya – Yakobus, Yohanes, Andreas, Petrus – para nelayan di pantai Danau Galilea sebelum Ia memanggil mereka untuk mengikuti-Nya. Tampak bahwa Yesus sering menggunakan pegunungan sekitar danau sebagai tempat yang sepi untuk berdoa.
2.1.2. Galilea dan Yesus
Yesus tumbuh dewasa di kampung Nazaret, tetapi Ia pergi ke Kapernaum di pantai utara Danau Galilea untuk memulai pelayanan-Nya di depan publik. Ia sering menghabiskan waktu di sana, barangkali tinggal di rumah Petrus. Mungkin saja Yesus banyak berkhotbah di sinagoga di Kapernaum dan membuat banyak mukjizat di daerah tersebut dibandingkan di tempat lain. Sebuah reruntuhan sinagoga yang berasal dari abad IV dan V ditemukan di Kapernaum. Boleh jadi sinagoga ini didirikan pada abad I – diperkirakan merupakan salah satu sinagoga tempat Yesus berkhotbah.
Ciri khas pedesaan wilayah itu jelas mempunyai pengaruh besar pada pengajaran Yesus, karena sebagian besar perumpamaan-Nya berlatar pertanian. Perumpamaan tentang penabur dan domba yang hilang, misalnya, sungguh cocok dalam konteks Galilea. Pada waktu yang sama, dua kota di Galilea, yakni Korazin dan Betsaida, membuat Yesus gusar karena tidak memberikan tanggapan positif atas berbagai mukjizat yang dibuat-Nya di sana. Yesus mengutuk kedua kota itu, membandingkannya dengan kota Tirus dan Sidon yang sungguh terkenal karena kejahatannya.
2..2. Galilea menurut John Wijngaards
Saya ajak Anda berkunjung, dalam angan-angan, ke sebuah desa di daerah pedesaan Galilea. Kita masuk ke sebuah dusun, Kana. Tahunnya tahun 28 sesudah Masehi. “Kita akan melihat sebuah mukjizat”, Anda berpikir. Ya, memang; tapi kita ke sana bukan untuk mencecap air yang berubah menjadi anggur. Anda saya ajak untuk menyaksikan peristiwa itu dengan penglihatan baru.
Yesus berdiri di jalan berdebu di antara rumah-rumah yang berdinding tanah. Ia disertai para murid-Nya, nelayan-nelayan dari Kapernaum. Seperti tamu-tamu yang lain dalam pesta pernikahan itu, mereka mengenakan baju baru. Maria, ibu Yesus yang juga ada di sana, dan wanita-wanita yang lain, memegang lampu-lampu minyak. Matahari sudah mulai terbenam. Mempelai laki-laki sedang menjemput mempelai perempuan dari rumah orangtuanya. Terdengar sorak-sorai gembira. Arak-arakan pengantin sudah mulai!
Boleh kita sangka Yesus masih famili dengan mempelai perempuan. Ia turut bergembira Bersama dengan semua orang. Lihat, mempelai perempuan dating, mengenakan gaun warna-warni, renda di atas kepala, dan kerudung yang menutupi wajahnya. Bunyi seruling-seruling ditiup melengking nyaring; suara gendering-genderang ditabuh berkumandang riang. Orang menyanyi dan menari mengikuti irama musik. Arak-arakan berhenti. Ayah mempelai perempuan membuka kerudung wajah anaknya dan menaruhkannya pada bahu mempelai laki-laki, dengan berkata, “Lambang pemerintahan ada di atas bahunya.” Mempelai perempuan dan mempelai laki-laki saling berpandangan. Yesus pun tersenyum kepada sepasang pengantin itu ketika mereka melihat-Nya.
Apa yang dipikirkan-Nya? Pasti, pada saat itu Ia tidak berpikir tentang keresmian hukum yang memeteraikan perkawinan itu pagi atau siang tadi. Pada waktu itu kedua keluarga menandatangani kontrak tertulis, ketuba, yang menetapkan uang tanggungan yang akan diterima oleh mempelai perempuan kalau terjadi perceraian. Yesus sama sekali tidak senang terhadap mudahnya beberapa ahli kitab membiarkan perceraian itu. “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Akan tetapi, pada saat ini Yesus tidak memikirkan soal perceraian. Seperti tamu-tamu yang lain dalam pesta pernikahan itu, Ia membiarkan diri-Nya hanyut terbuai oleh suka cita murni, suka cita dua orang yang dikenal-Nya ini, kebahagiaan mereka karena saling menemukan diri mereka dan mulai membangun keluarga baru.
Arak-arakan sampai di rumah baru yang telah disiapkan oleh keluarga pengantin laki-laki bagi pasangan suami-istri yang baru itu. Di dalam rumah tidak ada tempat untuk seluruh rombongan pengantin. Suatu tempat terbuka, barangkali tempat penumbukan gandum, telah diubah menjadi ruang pesta udara terbuka. Hidangan-hidangan disiapkan di dapur-dapur dan halaman-halaman belakang sanak saudara dan tetangga. Mempelai perempuan dan mempelai laki-laki masuk di bawah chuppa, kanopi yang dihiasi dengan bunga-bunga dan karangan-karangan bunga. Mempelai perempuan dan mempelai laki-laki kemudian saling mengucapkan prasetia. Mereka minum anggur dari piala yang sama. Tujuh berkat diucapkan atas mereka.
“Terpujilah Engkau, Tuhan Allah kami, Raja semesta alam! ….. Engkau telah menciptakan kegembiraan dan kebahagiaan, pengantin dan mempelai, suka ria, nyanyian, kesenangan dan kenikmatan, cinta kasih dan kebersamaan, perdamaian dan persahabatan ….. Terpujilah Engkau yang melimpahi pengantin dan mempelainya dengan kebahagiaan!”
Hati Yesus merasa gembira sepenuh-penuhnya. Ketika malam itu atau hari berikdutnya Yesus mengubah air menjadi anggur, kita mungkin mudah sekali terbawa oleh angan-angan mengenai implikasi-implikasi religius tanda itu. Memang, Ekaristi sudah terbayang di sini – suatu yang tidak dipahami oleh siapa pun yang hadir pada waktu itu. Hukum Perjanjian Lama, yang dilambangkan dengan enam tempayan “yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi”, telah digantikan tempatnya oleh perjanjian baru, pesta perjamuan yang akan mengundang semua bangsa di dunia. Akan tetapi, implikasi-implikasi lebih luas tanda itu jangan sampai mengaburkan tujuannya yang langsung.
Sebab Yesus sedang mengatakan sesuatu tentang bangsa-Nya. Para petani yang makan dan minum tidak layak menjadi berita besar dalam pers dunia ini. Dan bahwa anggur habis sesudah sekian seloki terteguk itu pun tidak dapat dikatakan bencana besar. Meskipun demikian, oleh kata-kata sederhana ibu-Nya, “Mereka kehabisan anggur,” tergugahlah jawaban yang tiada taranya. Ya, Yesus menyediakan 600 liter lagi anggur untuk para petani yang sedang berpesta bersuka cita. Itu berarti pesta terus berlangsung, menari-nari, beriang gembira lagi.
Demikian kerap kita memusatkan perhatian pada tanda itu secara berat sebelah. Kita menjunjung-junjung anggur yang baru itu (“Engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang!”), dan berangan-angan tentang pembaharuan, kebangkitan, transformasi rohani. Akan tetapi, kita lalaikan sisi mata uang yang satunya, yakni realitas yang diubah. Kita lupa tentang airnya. Tanpa air kapur Kana, tempayan-tempayan dari tanah, pelayan-pelayan, si pemimpin pesta yang penasaran, mempelai laki-laki yang merasa dudup, dan petani-petani yang bersuka-cita, tanda itu tidak berarti apa-apa.
Dalam buku ini kita akan mencoba melihat Injil dalam terang baru: dari sisi yang lain, katakana, dari pengalaman Yesus sendiri sebagai orang Galilea. Kita akan melihat bahwa Injil mengandaikan sikap hidup yang berakar dalam orang-orang dan seluk-beluk hidup sehari-hari.
Untuk memahami Yesus dan amanat-Nya kita harus mengetahui dunia tempat Ia hidup. Kita harus mengetahui bangsa-Nya. Tidak ada seorang pun dari kita yang hidup terasing. Yesus pun tidak. Seperti kita Yesus menyerap pandangan budaya-Nya dan cara-Nya berbicara serta berpikir dari keluarga-Nya. Seperti kita, Yesus menjadi orang atau pribadi seperti Dia dengan menjawab tekanan-tekanan dan tantangan-tantangan masyarakat di sekeliling-Nya. Karena Ia adalah orang Galilea abad pertama, kita tidak dapat memahami sepenuhnya kepribadian-Nya dan keunikan-Nya tanpa mengenal bagaimana rupa masyarakat Galilea itu.
Itu belum semuanya. Yesus sungguh berbakti pada negeri-Nya dan ini membawa amanat sendiri. Meskipun kadang-kadang Ia berpindah ke Fenisia, Dekapolis, Samaria, atau Yudea, Ia selalu ingat akan tugas perutusan-Nya yang istimewa bagi Galilea.
“Tanah Zebulon dan tanah Naftali,
jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan,
Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain,
Bangsa yang diam dalam kegelapan telah melihat Terang yang besar.”
(Matius 4: 15-16)
Ya, Ia wafat di Yerusalem. Akan tetapi, sesudah kebangkitan-Nya Ia Kembali ke Galilea. Ketika Wanita-wanita pergi menengok makam-Nya, mereka diberitahu: “Katakanlah kepada murid-murid-Nya, ‘Ia telah bangkit dari antara orang mati. Ia tidak ada di sini lagi (di makam), Ia mendahului kamu ke Galilea. Di sana kamu akan melihat Dia.’”
Ada banyak hal yang kita ketahui dengan mempelajari latar belakang Yesus. Latar belakang itu akan memberikan keterangan tentang ciri-ciri watak-Nya. Banyak kata-Nya akan menjadi lebih jelas. Bahkan penjelmaan sendiri skan menjadi terang dengan sinar terang baru; jika Allah berkehendak untuk menjadi kelihatan dalam salah satu dari antara kita – “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” – mengapa Ia memilih tempat yang ditinggalkan Allah seperti Galilea?
“Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.” (Yohanes 7:52)
Kuasa Allah dalam bergaul secara gaib dengan kita sungguh membuat kita terkesima; semakin kita terkesima semakin kita menemukan keterbatasan-keterbatasan Yesus sebagai manusia. Tentu, kita sudah tahu. Penjelmaan Allah adalah penjelmaan benar-benar; artinya Sabda yang disampaikan Allah kepada kita menjadi daging dan mengenakan keterbatasan-keterbatasan perihidupkita sebagai manusia.
2.2.1. Di Manakah Galilea?
Yesus hidup di Galilea dua ribu tahun yang lalu. Pada waktu itu Galilea adalah sebuah provinsi dalam negeri yang oleh orang-orang Romawi dikenal sebagai “tanah orang-orang Yahudi”. Sebaiknya kita melihat terlebih dahulu seluruh negeri itu, dan untuk itu kita perlu melihat sebuah peta dunia. Di sana, di bagian dunia yang kita sebut sekarang ini “Timur Tengah”, kita temukan tempatnya: luasnya kira-kira meliputi Israel dan Yordania dewasa ini.
Oleh karena kedudukannya yang sentral, negeri itu mempunyai tanah dan jalan-jalan laut yang sangat penting untuk perdagangan internasional. Berkali-kali negeri itu menjadi ajang peperangan. Semua negara besar zaman purba – Mesir, Hatti, Assiria, Babilon, Persia, Yunani, dan Roma – pernah mendudukinya.
Dalam perjalanan sejarah negeri itu mempunyai banyak nama. Orang-orang Assiria menyebutnya Mat Palastu, “negeri berbukit-bukit orang-orang Filistin”, karena pantainya menjadi koloni-koloni orang Filistin. Orang-orang Yunani menyebut Palestine Syria, yang menjadi asal nama Inggris Palestine. Orang-orang Mesir kuno mengenalnya sebagai Kanaan, nama yang masih kita temukan dalam Kitab Suci. Nama-nama lain yang terdapat dalam Kitab Suci adalah: Tanah Israel dan Tanah Suci. Nama yang terakhir ini masih popular di kalangan orang Kristiani yang memandang negeri itu sebagai “Tanah Suci” terutama karena Yesus hidup di sana.
Pada zaman Yesus, Palestina dibagi menjadi banyak provinsi. Tiga provinsi berpenduduk paling banyak orang Yahudi: YUDEA, PEREA, dan GALILEA. Penduduk SAMARIA adalah keturunan campuran darah Yahudi dan emigrant-emigran Assiria. Orang-orang IDUMEA dan NABATEA di selatan adalah orang-orang Arab. Orang-orang DEKAPOLIS dan daerah-daerah Transyordania lainnya termasuk ras campuran dengan kolonis-kolonis Yunani sebagai inti utamanya. FENESIA di utara didiami oleh orang-orang Tirus, Sidon, dan SIria. Palestina betul-betul merupakan tempat pertemuan bangsa-bangsa.
Lukas, pengarang Injil, dengan sengaja meletakkan awal pelayanan Yesus dalam masyarakat umum di dalam ruang lingkup yang lebih luas daripada Galilea, baik dari segi tempat maupun dari segi waktu.
Dalam tahun kelima belas dari pemerintahan Kaisar Tiberius, ketika Pontius Pilatus menjadi wali negeri Yudea, dan Herodes raja wilayah Galilea, Filipus, saudaranya, raja wilayah Iturea dan Trakhonitis, dan Lisanias raja wilayah Abilene, pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar…… (Lukas 3:1-2)
Sejarah memberikan rincian yang lebih banyak:
Tiberius menjadi Kaisar Roma dari tahun 14 sampai 37 sesudah Masehi.
Tahunnya yang kelima belas adalah 27/28 sesudah Masehi.
Pilatus menjadi wali negeri Roma untuk Yudea, Samaria, dan Idumea dari tahun 26 sampai 36 sesudah Masehi.
Herodes Antipas menjadi tetrarch (raja) Galilea dan Perea dari tahun 4 sampai 39 sesudah Masehi.
Filipus memerintah kerajaannya dari tahun 4 sampai 34 sesudah Masehi.
Kayafas menjadi Imam Besar di Yerusalem dari tahun 18 sampai 36 sesudah Masehi. Ayah mertuanya, Hanas, menjadi kepala keluarga imam.
Lukas menampilkan pelayanan Yesus di dalam latar sejarah yang lebih luas, karena ia hendak menggarisbawahi perutusan Yesus yang mencakup seluruh dunia: “semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan.” Apakah Lukas hendak meluruskan laporannya sebelumnya: bahwa Allah mengutus malaikat Gabriel “pergi ke sebuah kota di Galilea Bernama Nazaret”? Bagaimanapun juga, Galilea adalah daerah rakyat kecil dan tidak ada orang yang pernah mendengar tentang Nazaret! Ketegangan antara asal-usul Yesus yang hina dina dan maksud perutusan-Nya untuk seluruh dunia dapat kita lihat di situ.
Pusat agama Yahudi dan kekuasaan Yahudi terletak di Yudea: di Yerusalem, tepatnya. Kota-kota “modern” yang mekar termasuk Dekapolis. Di manakah kedudukan Galilea?
.
2.2.2. Tanah Negeri Yesus
Kita sekarang dapat melihat Galilea lebih dekat lagi. Ciri-ciri utama provinsi ini adalah bukit-bukit dan gunungnya. Bukit-bukit Galilea Bawah (di sekitar Nazaret) tidak setinggi dan tidak sekeras bukit-bukit Galilea Atas (di sekitar Safed dan Giskala). Gunung Meron di utara dan Gunung Tabor di selatan tampak menjulang. Galilea memiliki dua dataran: Lembah Esdraelon pada perbatasan sebelah selatan dan dataran Genesaret pada daerah tepi danau.
Nama “Galilea” sudah tua; mungkin sudah ada sebelum orang Israel menjadi penduduk daerah itu. Arti kata itu ialah “lingkaran” atau “daerah”. Dalam Perjanjian Lama Ibrani kata itu muncul enam kali. Yesaya memberikan nama selengkapnya Galilea wilayah bangsa-bangsa, yang bagi orang Yahudi berarti “Galilea wilayah orang-orang kafir”; kitab Makabe bahasa Yunani mengutip nama itu dengan arti tersebut. Nama itu mungkin juga mencerminkan pengalaman para penduduk daerah berbukit-bukit itu: bahwa mereka dikelilingi oleh bangsa-bangsa lain, yakni bangsa-bangsa kafir, dari segala penjuru.
Karena pada semua perbatasannya ada lembah-lembah dan dataran-dataran rendah, Galilea mudah diserbu. Pasukan-pasukan musuh dari Utara atau dari Selatan mudah masuk. Mereka dapat masuk dengan menyusuri pantai, “jalan laut’, atau menyusuri lembah Yordan.
Galilea pada zaman Yesus mempunyai tiga macam kota dan desa yang berbeda-beda:
- kota-kota yang lebih besar, bergaya Yunani: Sepforis dan Tiberias;
- kota-kota Yahudi yang lebih kecil, antara lain, Yotapata, Giskala, Kapernaum, dan Khorazin;
- dusun-dusun dan desa-desa; Nazaret dan Nain termasuk di dalamnya.
Galilea zaman Yesus tidak besar dan tidak terkenal. Seingat orang, Galilea tidak diperhitungkan, baik dalam hal politik maupun dalam hal agama. Tidak ada raja ternama yang pernah memerintah di sana. Tidak ada nabi kaliber nasional yang pernah lahir di sana. Tidak ada di sana sebuah monument pun yang berasal dari kejayaan masa lalu. Bahkan Galilea bukan sebuah negeri yang mandiri; Galilea selalu tunduk kepada salah satu penguasa.
Selama lebih dari tujuh abad orang-orang Galilea telah dikuasai oleh penguasa-penguasa asing. Beratlah membayangkan dampak keadaan seperti itu atas penduduk asli. Selalu ada serdadu-serdadu asing di tanah Anda yang minta diberi tempat tinggal dan diberi makan; pejabat-pejabat asing yang minta tenaga kerja dan bagian panenan; seorang hakim asing di pengadilan; wali-wali negeri asing yang membawa masuk orang-orang mereka sendiri dan memberikan kepada mereka pemilikan tanah di negeri leluhur Anda. Akibatnya, selalu menjadi orang kecil, rakyat jelata dan kambing hitam, di negeri Anda sendiri.
Awalnya tahun 734 sebelum Masehi ketika raja Assiria Tiglatpilester III menguasai Galilea. Ia memindahkan banyak orang ke Assiria. Para sejarahwan percaya bahwa mereka itu adalah para pemimpin Yahudi dan keluarga-keluarga mereka. Para petani dan orang-orang desa tidak diangkut; tujuannya supaya setiap tahunnya mereka membayar pajak.
Orang-orang Assiria berkuasa, kemudian diambil alih oleh orang-orang Babilonia, dan akhirnya oleh orang-orang Persia. Empat ratus tahun dengan hanya satu pergantian penguasa colonial sesudah pergantian yang lain di Galilea. Orang-orang Yahudi dalam pembuangan yang kembali ke tanah air mereka dalam pemerintahan Raja Sirus dari Persia rupanya lebih suka menetap terutama di Yerusalem dan Yudea. Sebab Galilea, negeri berbukit-bukit itu, penduduk Yahudinya masih orang-orang desa.
Ketika Aleksander Agung mengalahkan orang-orang Persia dan menaklukan Siria pada tahun 332 sebelum Masehi, mulailah zaman orang-orang Yunani. Galilea, seperti daerah-daerah lainnya di Palestina, tunduk kepada mereka. Mula-mula wangsa Ptolemeus berkuasa; mereka memerintah dari Aleksandria di Mesir. Kemudian wangsa Seleukus yang tinggal di Anthiokia berkuasa. Dalam pemerintahan raja-raja wangsa inilah orang-orang Yunani berusaha mewajibkan agama mereka sendiri kepada orang-orang Yahudi. Pecahlah pengejaran agama (167-164 sebelum Masehi) yang juga menimpa Galilea. Karena itu, meletuslah pemberontakan Makabe.
Simon orang Makabe menyerbu Galilea pada tahun 164 sebelum Masehi dan membawa kembali besertanya beberapa orang Yahudi ke Yudea. Para sejarahwan mengatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang Yahudi yang tinggal di pantai. Para petani, penduduk Galilea Atas dan Bawah, dibiarkan tetap tinggal di sana dengan segala alat mereka sendiri. Menyusullah sebuah masa penuh kekacauan, dengan perang saudara di antara pasukan-pasukan Yunani yang menyerbu Galilea.
Yohanes Hirkanus orang Hasmon membebaskan Galilea empat puluh tahun kemudian. Menyusul perang saudara lagi, selama enam puluh tahun, kali ini di antara faksi-faksi Yahudi. Kaum Hasmon, keturunan kaum Makabe, telah menjadikan diri mereka imam besar dan juga raja. Oleh karena itu, mereka tidak diterima oleh kelompok-kelompok agama tradisional seperti misalnya kaum Farisi.
Kemudian orang-orang Romawi masuk pada tahun 63 sebelum Masehi, di bawah pimpinan Jenderal Pompeius. Pada zaman Yesus, orang-orang Romawilah yang menduduki negeri, sekalipun mereka menjalankan sebagian kekuasaan mereka melalui raja-raja boneka seperti misalnya Herodes Antipas, Filipus, dan Lisanias.
Pengaruh pemerintah-pemerintah asing membekas di Galilea. Setiap kekuasaan koloni telah mencokolkan suatu jaringan kepegawaiannya sendiri: opsir-opsir tantara, pemungut-pemungut pajak, kepala-kepala desa, dan pedagang-pedagang yang lambat-laun menjadi bagian penduduk, terutama di pusat-pusat penting pemerintahan. Pemerintahan-pemerintahan berikutnya membawa masuk bahasa-bahasa baru. Imigran-imigran asing membawa serta barang-barang dan ketrampilan-ketrampilan baru yang kemudian harus ditiru oleh orang-orang penduduk setempat. Oleh karena itu semua, timbullah masyarakat yang bersifat sangat cosmopolitan di pusat-pusat dagang di dataran-dataran Galilea.
Akan tetapi, di desa-desa dan di kota-kota kecil Galilea penduduk asli berusaha menjaga asal-usul Yahudi mereka. Meskipun mereka berkali-kali berhubungan dengan orang-orang di dataran-dataran rendah, mereka berusaha menjaga sifat khas mereka sendiri. Rasa takut terhadap pasukan pendudukan, perlawanan terhadap para pemungut pajak asing, rasa marah terhadap percobaan-percobaan untuk menggerogoti iman mereka, dan pertentangan yang serupa hanyalah menambah kekerasan hati dan kehendak mereka untuk melindungi jatidiri mereka.
2.2.3. Tidak Ada Negeri seperti Negeri-Ku
Dengan tilikan sejarah yang baru ini, saya percaya kita harus melihat sekali lagi peristiwa pernikahan di Kana itu. Hal pertama yang kita saksikan ialah betapa Yahudi-nya pesta itu. Tentu, ada hal-hal yang mengingatkan kita akan tetangga-tetangga kosmopolitan di Galilea. Tempayan-tempayan di halaman dan piala-piala di atas meja ada gambar bergaya Siprus. Pakaian mempelai perempuan telah dicelup di sebuah bengkel Fenisia, barangkali di Tirus atau Sidon. Pemimpin pesta, architriklinos, berperanan seperti yang ada di pesta-pesta Yunani. Akan tetapi, inti pernikahan, tata caranya yang pokok, falsafahnya, nilai-nilai budaya dan agama yang terkandung di dalamnya adalah seratus persen bersifat Yahudi. Kita kagum kepada orang-orang yang sederhana ini yang menjaga tradisi-tradisi mereka yang berharga tetap utuh meskipun ada banyak pengaruh yang menggerogoti.
Kedua, sekarang kita lebih memahami cinta orang-orang ini yang hampir bersifat fanatic terhadap negeri mereka sendiri. Kita semakin menjaga baik-baik milik kita kalau ada bahaya milik itu akan hilang. Ornag-orang Galilea mencintai tanah mereka, pusaka agama mereka, bagian kecil dunia yang menjadi milik mereka ini. Yesus juga mencintai tanah Galilea-Nya.
Cinta Yesus kepada tanah negeri-Nya sangat kaya dan sangat mendalam, tidak akan mengesampingkan bangsa-bangsa lain karena nasionalisme yang picik, seperti akan lihat dalam bab-bab berikut. Akan tetapi, cinta-Nya kepada tanah negeri-Nya, Galilea, sungguh-sungguh nyata. Kita tidak dapat benar-benar mencintai dunia seluruhnya dan semua bangsa dengan yang diam di situ dengan cara yang istimewa.
Orang-orang Telagu di India mempunyai sebuah nyanyian yang menarik, nyanyian yang menggambarkan kenyataan manusia yang mendalam:
“Dari semua desa di negeriku
desaku sendiri paling kusayang
Dari semua jalan di desaku
jalanku sendiri paling kusayang
Dari semua rumah di jalanku
rumah sendiri paling kusayang.”
Kalau kita tidak berakar di rumah kita sendiri, di jalan kita sendiri, di desa kita sendiri, dan di negeri kita sendiri, kita tidak dapat mencapai orang-orang lain dan memahami bagaimana mereka pun mempunyai Galilea mereka, yang, anehnya, sama-sama mereka sayangi seperti Galilea kita sendiri kita sayangi.
Galilea setiap orang bersifat unik. “Kerajaan Sorga” Yesus tidak melayang-layang di udara; kerajaan-Nya beralas pada setiap petak tanah yang bersifat perseorangan, manusiawi. Anggur baru yang diberikan-Nya tidak diciptakan dari ketiadaan; anggur baru ini adalah perubahan air biasa yang ditemukan di dapur-dapur hidup sehari-hari.
Dan itu hanyalah awal misteri Galilea.
3. KAPERNAUM
Ketika Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, Ia memperoleh penglihatan dari Bapa-Nya. Yesus tahu bahwa Bapa sekarang mengutus Dia untuk mengajak orang-orang agar supaya bertobat dan untuk mewartakan kerajaan kasih-Nya. Bagaimana Ia harus menunaikan tugas yang besar ini?
Yesus perlu waktu untuk berpikir. Itulah sebabnya Ia pergi ke padang gurun. Selama empat puluh hari Ia berkhalwat untuk mempersiapkan diri. Harus bagaimanakah pendekatan-Nya? Haruskah Ia menampilkan diri sebagai seorang jenderal atau seorang politikus? Cerita tentang Yesus dicobai iblis di padang gurun menunjukkan kepada kita hasil renungan-Nya dan doa-doa-Nya. Ia menyadari bahwa Bapa-Nya tidak menghendaki Ia mengandalkan sarana-sarana duniawi berupa uang, kekuasaan dan nama baik. Kerajaan kasih Allah hanya dapat disebarluaskan dengan kasih ……
Di lain pihak, Yesus juga tahu bahwa Ia harus bersikap praktis, bahwa Ia perlu menggunakan pikiran sehat-Nya. Kemudian hari kita mendengar Yesus berkata kepada para Rasul-Nya agar mereka bersahaja seperti burung merpati, tetapi cerdik seperti ular. Dan Ia juga percaya akan perencanaan: orang yang hendak mendirikan sebuah Menara harus membuat perhitungan cermat terlebih dahulu; raja yang hendak berperang harus mengkaji strategi-strateginya terlebih dahulu. Yesus tahu bahwa Ia tidak dapat mengubah dunia seorang diri saja. Ia perlu menemukan sekutu-sekutu – dan tempat yang tepat untuk mulai bekerja ….
Kita telah melihat bahwa Galilea secara kasar terdiri atas dua daerah: daerah berbukit-bukit dan dataran-dataran rendah. Untuk mencapai seluruh provinsi itu, Ia perlu meletakkan pusat-Nya di dataran rendah; paling baik, di dataran rendah paling penting di sebelah utara danau. Di sana segala sesuatu terpumpun: pemerintahan, perdagangan, kepemimpinan agama. Dari sana, seperti ruji-ruji yang menyebar dari poros roda, jalan-jalan menyebar ke lembah-lembah dan bukit-bukit, dan bahkan ke provinsi-provinsi di dekatnya. Juga di sana Ia akan menemukan orang-orang yang dapat membantu-Nya dalam karya-Nya.
Tiberias, di sebelah barat danau, adalah ibu kota yang sebenarnya. Herodes Antipas tinggal di sana. Kekayaan dan kekuasaan politik Galilea banyak terpusat di kota itu. Akan tetapi, Yesus tidak mau menjadikan kota itu sebagai pusat pelayanan-Nya. Tidak sukar memahami sebab-sebab-nya. Tiberias telah didirikan oleh Herodes Antipas pada tahun 13 sesudah Masehi sebagai kota yang seluruhnya bersifat Yunani. Kota itu mempunyai stadion pacuan kuda, pemandian-pemandian umum untuk orang kaya, istana yang megah-megah, dan balai untuk dewan kota.
Meskipun orang-orang Yahudi juga tinggal di Tiberias, kota itu dipandang sebagai monument pengaruh asing. Herodes sendiri, orang Idumea, mempersembahkan kota itu kepada Kaisar Roma, Tiberius. Tambahan lagi, dengan tidak menghiraukan perasaan-perasaan orang Yahudi ia telah mendirikan pusat kota di atas sebuah makam kuno, dengan demikian menodai kubur-kubur di makam itu dan menjadikan seluruh kota “najis”. Flavius Josephus, seorang sejarahwan pada zaman Yesus, memberi tahu kita bahwa orang-orang Galilea biasa “membenci Tiberias”. Baik kota ini maupun kota senang-senang di dekatnya, Magdala, tidak diterima oleh orang-orang biasa.
Oleh karena itu, Yesus memalingkan pandangan ke sebelah utara danau. Di sana terletak sebuah kota yang khas bersifat Yahudi, Kapernaum.
Kedudukan Kapernaum cukup istimewa. Sebuah jalan menyusuri tepi danau dari timur ke barat, menghubungkan Fenisia dan Galilea dengan daerah-daerah di seberang sungai Yordan. Jalan besar yang lain, jalan raya kekaisaran, membujur dari selatan, mengitari Kapernaum dan berbelok ke Damsyik di utara. Pada tahun 1975 sebuah batu penunjuk jarak ditemukan di dekat Kapernaum dengan tulisan: “(Dibangun oleh) Kaisar Traianus Adrianus Augustus, putra dewi Traianus Parthicus, kemenakan dewi Nerva.“ Mata-mata uang yang ditemukan di Kapernaum menunjukkan hubungan-hubungan dagangnya dengan banyak negeri: Golan, Siria, Fenisia, Asia Kecil, dan Siprus.
Injil menyebutkan bahwa Kapernaum mempunyai sebuah rumah cukai, tempat Lewi anak Alfeus bekerja sebagai pengawas dagang. Cukai-cukai dipungut di sini karena Kapernaum adalah kota perbatasan yang menjadi tempat orang-orang masuk ke dalam wilayah Herodes Antipas. Suatu detasemen pasukan Romawi ada di kota itu, dan ini menunjukkan arti penting strategis kota itu.
Kapernaum akan merupakan pilihan yang sangat bagus. Di situ Yesus akan berada di jantung kehidupan publik Galilea. Dari situ Yesus akan berada di jantung kehidupan publik Galilea. Dari situ Yesus akan mudah pergi ke daerah-daerah di sekelilingnya …….
Matius menceritakan:
“Yesus meninggalkan Nazaret dan diam di Kapernaum, di tepi danau, di daerah Zebulon dan Naftali.” (Matius 4:13)
Kapernaum menjadi tempat tinggal Yesus.
“Naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri.” (Matius 9:1)
“Yesus datang lagi lagi ke Kapernaum, dan tersiarlah kabar bahwa Ia ada di rumah.” (Markus 2:1)
Bagaimana tentang Kapernaum sendiri? Jenis tempat yang bagaimana kota itu? Dapatkah kita bayangkan bagaimana rupanya? Dan bagaimana Yesus mulai membangun hubungan-hubungan baru?
3.1. Menyelidiki Tanah
Selama abad yang lalu para ahli berdebat tentang letak setepatnya Kapernaum. Penggalian-penggalian dan upaya-upaya mempelajari Kembali sumber-sumber sastra kuno memungkinkan kita sekarang untuk menentukan dengan tepat tempatnya.
Kotanya sendiri tidak sangat besar. Penduduknya tidak lebih dari 1000 orang. Akan tetapi, suatu bentangan tanah yang luas di luar kotanya sendiri adalah milik kota itu: dari Sungai Yordan di timur sampai mata air Ayn Tabgha di barat. Baik kotanya maupun tanah yang menjadi miliknya kerapkali disebut dengan nama yang sama.
Flavius Josephus, yang menjadi wali negeri Galilea kurang lebih empat puluh tahun sesudah Yesus wafat, berbicara tentang kota itu dengan kata-kata sebagai berikut:
“Dalam pertempuran (pada muaara Sungai Yordan, di sebelah utara danau Galilea) kuda yang saya tunggangi terperosok ke dalam tanah lunak berair dan saya terlempar. Saya dibawa ke desa Capharnomon dengan pergelangan tangan saya terkilir.”
Ia juga menyebutkan tanahnya, dan mata air Ayn Tabgha yang mengaliri dataran Genesaret.
“Selain iklimnya hangat, menyenangkan, tanah itu juga diairi dari mata air yang sangat menyuburkan. Orang-orang setempat menyebutnya Capharnaum. Beberapa orang menganggap air mata air itu dapat berasal dari Sungai Nil karena banyak di situ ikan Korasin, sebanyak di danau di dekat Aleksandria.
Mata air itu (Ayn Tabgha sekarang ini) merupakan daerah pendukung Kapernaum, sebuah “kawasan industry” yang kecil. Itulah sebabnya daerah itu juga Bernama Kapernaum. Penggalian-penggalian telah menunjukkan bahwa dahulu ada pabrik-pabrik; dan industry-industri yang lain seperti industry periuk belanga dan industry penyamakan kulit. Air dari mata air itu tidak hanya mengairi kawasan pantai Kapernaum tetapi juga, melalui saluran semen yang digali menembus batu padas, mengairi dataran Genesaret di dekatnya.
Akan tetapi, Yesus bertempat tinggal di desa utamanya, di kota Kapernaum sendiri. Penggalian-penggalian baru-baru ini telah menyingkap kira-kira separuh dari tempatnya dulu. Usaha saya untuk merekonstruksi kota itu akan mengikuti sedekat-dekatnya laporan-laporan arkeologis yang terbaru.
3.2. Kota
Luas Kapernaum hanya beberapa are. Kita tidak tahu berapa luas setepatnya pada zaman Kristus. Barangkali luasnya tidak lebih dari 200 yar Panjang (dari utara ke selatan, yakni dari dana uke bukit-bukit) dan 300 yar lebar sepanjang pantai danau.
Meskipun sisa-sisa peninggalan penghunian manusia dari zaman yang sangat kuno ditemukan di bawah beberapa rumah, kota Kapernaum di zaman Yesus didirikan pada abad kelima sebelum Masehi. Ini berarti bahwa Kapernaum mungkin mulai sebagai koloni kecil orang Persia, yang dibangun untuk mengendalikan jalan-jalan perdagangan sepanjang pantai utara danau. Dalam perjalanan sejarah orang-orang Yahudi bertempat tinggal di kota itu, sebagai pejabat-pejabat rendahan, pedagang-pedagang, pekerja-pekerja terampil, dan sebagainya, dan akhirnya menjadi penduduk mayoritas kota itu. Di bawah pemerintahan penguasa-penguasa colonial Yunani dan kemudian Romawi, Kapernaum mungkin tetap merupakan pos pemerintahan setempat.
Ciri Kapernaum sebagai tempat resmi masih dapat dilihat dalam rencana kotanya yang sistematis. Seperti di kota-kota Persia/Yunani/Romawi lainnya, di Kapernaum ada jalan-jalan utama (di sini membujur dari utara ke selatan) yang disimpangi oleh jalan-jalan atau Lorong-lorong kecil (yang membujur dari timur ke barat). Hasilnya adalah sejumlah blok rumah yang berbangun persegi.
Penggalian-penggalian menyingkap dua tempat yang mempunyai arti penting istimewa: sebuah sinagoga dan sebuah tempat suci Kristiani yang menandai rumah St. Petrus. Karena kedua tempat ini sangat penting bagi kita, kelak akan kita perhatikan secara istimewa. Pertanyaan yang harus kita pertimbangkan terlebih dahulu ialah: dapatkah kita mengatakan sesuatu yang lebih pasti tentang macam orang-orang yang bertempat tinggal di Kapernaum pada zaman Yesus?
Dapat. Satu hal mencolok yang dapat kita amati ialah bahwa kita tidak menemukan pertentangan-pertentangan sosial yang besar yang ada di bagian-bagian lain Galilea. Hampir semua rumahnya serupa bangunnya. Tidak ada rumah-rumah besar yang berdampingan dengan pondok-pondok kecil. Orang-orang warga Kapernaum tergolong kelas menengah. Rumah-rumahnya sederhana, tetapi tidak miskin menurut standar-standar waktu itu.
Hal itu menguatkan peranan Kapernaum sebagai pos pemerintahan dan pusat perdagangan. Juga ada industi-industri local. Ditemukan di sana mesin penggiling buah zaitun yang sudah jadi dan yang belum jadi, batu-batu pipis untuk digunakan di rumah-rumah, lumping-lumpang, mangkuk-mangkuk, dan cekungan-cekungan. Peralatan ini, yang dibuat dari batu basalt, dibuat di Kapernaum sendiri. Sebuah bengkel untuk membuat vas-vas kaca juga ditemukan. Industri penangkapan ikan pun tidak seprimitif yang kadang-kadang kita bayangkan. Ikan diangkut ke Tarichaeae (di dekat Magdala) dan di sana ikan-ikan itu dikeringkan dan serta diasinkan untuk ekspor.
Memang, di Kapernaum juga terdapat orang-orang buangan dan orang-orang gembel, seperti misalnya orang kusta yang disembuhkan Yesus persis di luar kota dan hamba opsir Romawi itu. Namun, secara keseluruhan warga-warga kota Kapernaum adalah orang-orang yang merdeka dan pekerja-pekerja terampil, orang-orang biasa yang harus bekerja keras membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka.
Itulah orang-orang yang dipilih Yesus untuk menjadi kawan-kawan dekat atau sekutu-sekutu karib-Nya. Bagaimanakah Ia membentuk sahabat-sahabat-Nya yang pertama di antara mereka itu? Injil-injil dan arkeologi modern memungkinkan kita merekonstruksi ceritanya dengan cukup teliti.
3.3. Kota Menjadi Rumah
Besar kemungkinannya Yesus menyewa sebuah kamar di suatu tempat di dalam atau di dekat Kapernaum. Karena letaknya di sepanjang sejumlah jalan utama, Kapernaum kiranya memiliki suatu penginapan atau rumah persinggahan bagi para musafir atau orang yang bepergian jauh. Injil Yohanes menyimpan beberapa tradisi tentang hari-hari pertama ini. Yohanes Pembaptis membaptis di dekat Betania, di sisi timur Sungai Yordan di sebelah utara danau Galilea. Itu akan menerangkan mengapa para pelayan dari Kapernaum dan Betsaida menjadi murid-murid Yohanes Pembaptis pada waktu itu.
Yohanes Pembaptis memberi tahu para pengikutnya bahwa Ia telah melihat Roh turun atas Yesus. Terharu karena kesaksian ini, dua orang dari antara pendengar Yohanes berjalan menyusul Yesus, ingin sekali bertemu dengan Dia.
Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat bahwa mereka mengikuti Dia, lalu berkata kepada mereka:
“Apakah yang kamu cari?”
Kata mereka kepada-Nya, “Rabi (Guru), di manakah Engkau tinggal?”
Ia berkata kepada mereka, “Marilah dan kamu akan melihatnya.”
Mereka pun datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia. Waktu itu kira-kira pukul empat.
(Yohanes 1: 37-39)
Kemudian Injil memberi tahu kita bahwa satu dari dua murid yang pertama itu adalah Andreas. Andreas membawa saudaranya, Simon, kepada Yesus. Yesus memberi Simon nama baru Kefas (nama Arami) atau Petrus (nama Yunani), yang artinya “Batu karang”. Petrus dan Andreas adalah nelayan. Yesus mengajak mereka untuk meninggalkan jala ikan mereka dan bergabung dengan Dia sebagai “penjala manusia”. Waktu itu pasti waktu pencarian bersama yang intens. Yesus menerangkan visi-Nya dan mendapat sambutan berupa komitmen-komitmen pribadi yang pertama.
Semua tanda bukti yang kita punyai sekarang memperlihatkan perkembangan baru: Petrus mengajak Yesus untuk tinggal di rumahnya. Yesus meninggalkan tempat tinggal sementara-Nya di penginapan para musafir, dan berpindah ke kamar yang disediakan di rumah Petrus. Seperti kita ketahui dari penggalian-penggalian di Kapernaum dan di tempat lain, sebuah “rumah” yang biasa terdiri atas sejumlah kamar yang mengerompol di sekeliling sebuah halaman daslam. Setiap kamar akan memberi tempat kepada sebuah keluarga. Sanak saudara akan cenderung bergabung bersama. Dengan demikian, lebih aman: terdapat sebuah pintu masuk umum ke dalam halaman dalam itu dan perlengkapan memasak di halaman itu digunakan bersama-sama.
Para peziarah ke Palestina pada abad-abad pertama diketahui telah mengunjungi sebuah tempat di Kapernaum yang mereka percayai sebagai “Rumah Petrus”, “rumah tempat Yesus tinggal”. Arkeologi sekarang sudah menemukan rumah itu. Seperti umumnya dengan tempat-tempat suci kuno, dari abad ke abad monument-monumen yang semakin canggih dibangun yang satu di atas yang lain. Arti pentingnya yang besar bagi kita bahwa tinjauan historis itu memberi kita gambaran yang cukup cermat tentang rupa rumah itu pada zaman Yesus.
Orang masuk ke dalam rumah St. Petrus, jika dapat kita sebut begitu sementara ini, melalui sebuah pintu gerbang dari jalan utama utara-selatan. DI dalamnya ada halaman dalam berbentuk L. Dari situ orang dapat mencapai enam kamar, yang salah satunya, yaitu kamar langsung di sebelah kiri pintu gerbang, adalah kamar istimewa, kamar yang kemudian hari dihormati sebagai tempat suci. Ini barangkali kamar Yesus sendiri. Halaman dalam itu mempunyai batu-batu pipisan dan sebuah perapian, dan undak-undakan batu menuju ke atapnya. Semua kamar hanya dapat dimasuki dari halaman dalam.
Pada umumnya kamar-kamar itu agak sempit dan gelap. Dinding-dindingnya dibuat dari batu-batu basalt kasar yang diletakkan yang satu di atas yang lain, dan direkatkan dengan campuran lumpur dan batu kerikil, yang daya rekatnya tidak begitu kuat. Dinding-dinding itu tidak kuat dan tidak dapat dibuat lebih tinggi dari sembilan kaki. Kamar-kamar itu mendapat sinar melalui jendela-jendela kecil yang menghadap halaman dalam. Atap-atapnya terbuat dari balok-balok kayu yang diplester dengan adukan tanah yang dicampuri Jerami. Kalau atap digunakan untuk tempat duduk atau untuk topangan lantai kedua, balok-balok kayu itu lebih kuat dan ditutup dengan genting-genting datar.
Di sinilah berbagai peristiwa yang diceritakan dalam Injil-injil menjadi hidup di mata angan-angan kita.
“Sekeluarnya dari rumah ibadat itu Yesus dengan Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah Simon dan Andreas. Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus. Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambal memegang tangannya Ia
Menjelang malam sesudah matahari terbenam dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan. Maka berkerumunlah seluruh penduduk kota itu di depan pintu. Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan.”
(Markus 1: 29-34)
Sesudah salah satu perjalanan-Nya untuk mewartakan Kabar Baik, Yesus Kembali ke Kapernaum. “Tersebar kabar bahwa Ia ada di rumah.” Banyak orang datang untuk bertemu dengan Dia. Ia berbicara kepada mereka di rumah-Nya. Empat orang datang; mereka mungkin dari desa di dekatnya. Mereka membawa seorang sanak saudara yang lumpuh di atas tikar. Karena orang banyak, mereka tidak dapat sampai di dekat Yesus. Maka mereka naik ke atas atap melalui tangga rumah. “Lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka, mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring.” Yesus terharu oleh iman mereka. Ia bercakap-cakap dengan orang yang lumpuh itu, mengampuni dosa-dosanya, dan menyembuhkannya.
(Baca Markus 2: 1-12)
Lagi pada suatu kali, ketika Yesus kembali dengan para rasul-Nya, Ia memberi secara pribadi suatu pelajaran di dalam rumah-Nya sendiri. “Mereka tiba di Kapernaum.” Sesudah masuk rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?” Mereka tidak menjawab sepatah kata pun, tetapi Ia tahu bahwa mereka tadi mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Maka Yesus duduk, mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, dan berkata kepada mereka: “Barangsiapa ingin menjadi yang pertama, harus menjadi seperti anak kecil.” Ia memeluk anak kecil itu dan memberkatinya.
(Baca Markus 9: 33-37)
Matius menceritakan bahwa pemungut bea Bait Allah dating ke Kapernaum. Mereka bertanya epada Petrus. ”Apakah gurumu tidak membayar bea?” “Tentu, membayar,” jawab Petrus. Petrus masuk ke daslam rumah, barangkali bermaksud untuk membayar, Akan tetapi, Yesus tahu apa yang telah terjadi. Ia memberi tahu Petrus bahwa sebenarnya Ia bebas dari pajak; akan tetapi, supaya tidak menemui kesulitan-kesulitan, lebih baiklah membayar pajak dari penangkapan ikan hari itu.
(Baca Matius 17: 24-27)
Setelah bertempat tinggal Bersama Petrus, Yesus segera menjadi penduduk tetap Kapernaum. Dengan setiap hari hidup Bersama secara intens, Yesus dapat membangun hubungan-hubungan pribadi yang mendalam, yang menjadi awal permulaan Gereja. Dari rumah yang baru ini amanat-Nya tersebar ke kalangan-kalangan atau lingkungan-lingkungan yang lebih luas.
3.4. Mengajar di Rumah Ibadat
Dari Injil-injil kita tahu bahwa Kapernaum memiliki sebuah rumah ibadat (sinagoga) dan bahwa Yesus secara teratur mengambil bagian dalam ibadat-ibadat.
Yesus dan para rasul tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar. (Markus 1:21)
Semuanya ini dikatakan Yesus di Kapernaum Ketika Ia mengajar di rumah ibadat. (Yohanes 6: 59)
Sinagoga atau rumah ibadat adalah balai untuk berdoa bagi orang-orang Yahudi; di situ mereka berkumpul pada hari Sabat untuk berdoa dan mendengarkan pembacaan-pembacaan dari Kitab Suci. Pada zaman Yesus sinagoga sudah menampakkan semua ciri utama yang kita ketahui sekarang ini. Bentuk sinagoga adalah susunan segi empat yang sederhana, dengan bangku-bangku duduk pada sisi-sisinya dan sebuah mimbar. Dalam sebuah bilik yang dapat diberi bertabir, sebuah “peti perjanjian disimpan; dalam peti itu terdapat gulungan-gulungan Kitab Suci.
Di antara reruntuhan Kapernaum, di bawah sebuah bangunan dari waktu kemudian hari, telah ditemukan kembali sinagoga zaman Yesus. Kita dapat yakin bahwa ini adalah tempat yang diketahui Yesus. Injil-injil selalu berbicara tentang rumah ibadat yang sama itu dan tidak ada bangunan serupa yang ditemukan di tempat lain di antara reruntuhan.
Dengan mendasarkan diri pada bukti-bukti arkeologis, kita dapat membayangkan bagaimana rupa sinagoga atau rumah ibadat itu. Rumah ibadat ini adalah balai yang ebrbentuk memanjang: panjangnya 18 meter dan lebarnya 8 meter. Dapat memuat 70 sampai 100 orang. Taurat mungkin dibacakan dari sisi dinding selatan sehingga jemaat menghadap ke Yarusalem. Barangkali rumah ibadat itu mempunyai satu pintu masuk utama dan jendela-jendela kecil sepanjang dinding-dinding. Baik pintu maupun tutup-tutup jendelanya dibuat dari kayu.
Ketika Yesus mengambil bagian dalam ibadat-ibadat, Ia mungkin dipersilakan untuk membacakan dari Kitab Suci dan memberikan komentar. Ini akan memberi-Nya kesempatan untuk mewartakan Kabar Baik. Juga sesudah ibadat selesai, jika rumah ibadat tetap terbuka, Yesus dapat terus berbicara kepada siapa pun yang ingin mendengarkan-Nya.
Yesus mengajar dengan penuh wibawa dan tidak seperti ahli-ahli kitab, Injil-injil memberi tahu kita. Itulah sebabnya, orang-orang di Kapernaum sangat terkesan, Ia juga membuat mujizat-mujizat di rumah ini, seperti misalnya menyembuhkan orang yang kerasukan roh-roh kotor. Dengan berbuat seperti itu, Yesus pasti makin memperluas kalangan pengikut-Nya. Kabar-kabar tentang apa yang diperbuat Yesus “tersebar ke mana-mana di daerah itu”.
Perwira Romawi yang ditempatkan di Kapernaum ingin agar Yesus menyembuhkan hambanya yang sakit keras. Perwira itu tidak menemui Yesus secara langsung; ia mengutus beberapa orang tua-tua Yahudi agar memintakan pertolongan-Nya. Orang tua-tua itu mengatakan suatu fakta yang menarik. “Ia layak Engkau tolong,” kata mereka kepada Yesus. “Ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat ini.”
Apakah sesungguhnya yang dikerjakan oleh perwira itu? Menyediakan uang untuk pembangunan itu? Membantu dengan izin-izin yang diperlukan? Ataukah menyuruh para serdadunya melaksanakan pekerjaan pembangunan itu? Bagaimanapun juga, para serdadu diajari membangun perbentengan, dan untuk memasangi langit-langit rumah doa itu dengan balok-balok kayu yang cukup lebar diperlukan keterampilan-keterampilan khusus. Pembangunan rumah ibadat itu merupakan contoh yang menarik tentang kerja sama orang Romawi dan orang Yahudi. Pembangunan itu juga menunjukkan bahwa rumah ibadat itu merupakan kemajuan atau keberhasilan baru yang diperoleh kota Kapernaum.
Di dalam rumah ibadat Kapernaum inilah Yesus berbincang-bincang dengan orang-orang Yahudi tentang peranan-Nya sendiri. Banyak orang tidak siap sedia untuk percaya bahwa Ia adalah “roti” baru “yang telah turun dari sorga”. “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup untuk mendengarkannya?” Banyak murid Yesus yang mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti-Nya. Mulai terjadilah perpecahan.
3.5. Pro dan Kontra
Yesus meminta agar orang bertobat dan menerima kaidah-kaidah baru dalam kerajaan Bapa-Nya, dan beberapa orang merasa senang dan yang lain tidak senang. Peristiwa bertobatnya pemungut cukai mengilustrasikan hal ini.
Lewi, anak Alfeus, adalah seorang pengawas bea cukai. Ia duduk di rumah cukai yang ada di jalan dekat Kapernaum. Ketika mendengar kata-kata Yesus “Ikutlah Aku!”, ia meninggalkan pekerjaannya mengundang Yesus makan di rumahnya, mereka mengeluh, “Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”
Yairus, salah seorang kepala rumah ibadat, memohon kepada Yesus supaya datang ke rumahnya dan menyembuhkan anak perempuannya. Ketika mereka tiba di rumah, mereka melihat orang-orang sudah mulai berkabung karena gadis itu telah meninggal. Yesus berkata bahwa anak itu tidur. Mereka mentertawakan-Nya. Yesus menyuruh orang-orang itu pergi dari kamar sebelum dapat menyembuhkan gadis itu.
Kapernaum adalah kota tempat Yesus membentuk sekelompok pengikut-Nya yang pertama. Kota ini juga menjadi pusat kelompok penentang-Nya yang pertama. Kota yang ramai, sibuk, dan mekar di ujung utara danau itu tergolong juga kota yang sombong dan keras kepala.
Setelah berkeluh kesah tentang kota-kota tetangganya, Khorazim dan Betsaida, Yesus juga memperingatkan Kapernaum.
“Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan terjadi di tengah-tengah kamu, kota ini tentu masih berdiri sampai hari ini. Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan daripada tanggunganmu.” (Matius 11: 23-24)
Itulah kata-kata kenabian seseorang yang prihatin tentang orang-orang yang telah dipandang-Nya sebagai milik-Nya sendiri.
4. NAZARET
Yesus tinggal di kota dagang, Kapernaum, tetapi Ia tidak melupakan orang-orang yang di pedesaan. Injil mengisahkan bahwa Ia “berkeliling ke semua kota dan desa”. Ia pergi ke semua desa di sekitar Kapernaum. Orang-orang meletakkan sanak saudara mereka yang sakit di tanah di tempat-tempat terbuka dan memohon kepada-Nya agar memperbolehkan mereka menyentuh tepian pakaian-Nya, “ke mana pun Ia pergi, ke desa-desa, ke kota-kota, atau ke kampung-kampung”. Dan ketika Ia mengutus murid-murid-Nya dua-dua supaya mewartakan Kerajaan, Ia mengharapkan agar mereka masuk ke desa-desa yang terkecil sekalipun.
Yesus tahu bagaimana rupa desa itu. Ia sendiri telah hidup di Nazaret.
Tempat yang bagaimanakah Nazaret itu?
Nazaret adalah desa yang demikian kecilnya sehingga tidak disebut dalam sumber sejarah mana pun di luar Injil. Satu kali pun tidak pernah disebut dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Flavius Josephus, yang melukiskan peperangan antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Romawi di Galilea (67-68 ses. M.), menyebutkan 200 kota dan desa Galilea menurut namanya. Nazaret tidak tercantum. Juga Talmud dan sumber-sumber lainnya yang sezaman tidak menyebutkan nama Nazaret; Namanya hanya tercantum dalam beberapa naskah abad kedua.
Dari semua itu dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa Nazaret memang kecil, demikian kecil dan tak berarti, sebenarnya, sehingga kebanyakan orang Galilea tidak pernah mendengar tentang Nazaret. Oleh karenanya, kita dapat memahami reaksi Natanael Ketika diberi tahu FIlipus: “Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.”
“Dari Nazaret?!” seru Natanael. “Mungkinkah suatu yang baik datang dari Nazaret?”
Hal ini mempersiapkan kita untuk penemuan-penemuan penelitian-penelitian arkeologis.
4.1. Nazaret pada Zaman Yesus
Letak setepatnya Nazaret telah dilestarikan bagi kita oleh orang-orang Yahudi yang bertempat tinggal di sana setelah peperangan dengan Roma. Nazaret terletak di perbukitan bawah tepat di sebelah utara dataran-dataran lembah Esdraelon. Letaknya dekat dengan dua kota besar: Sefforis, tiga mil di sebelah utaranya, dan Yafa, satu setengah mil di sebelah barat dayanya. Jalan besar dari Mesir ke Damsyik membujur enam mil di sebelah selatan Nazaret melewati lembah Esdraelon. Kedudukan Nazaret di sebuah lembah kecil dengan tiada desa yang lain, tersendiri di balik bukit-bukit berbatu, membuat Nazaaret tersembunyi dan terpencil.
Penggalian-penggalian menunjukkan bahwa Nazaret bukan tempat yang baru. Kuburan-kuburan telah ditemukan dengan barang-barang periuk belanga dan perhiasan yang dapat ditentukan berasal dari Zaman Perunggu Madya (2000-1550 seb. M.), Zaman Perunggu Akhir (1550-1200 seb. M.), dan Zaman Besi (1200-587 seb. M.). Penduduk yang berbeda-beda pasti pernah hidup di sana, penduduk-penduduk yang hidup sejak zaman orang-orang Kanaan asli sampai zaman orang-orang Israel.
Kuburan-kuburan menunjukkan bahwa penduduk Nazaret tidak banyak. Kuburan-kuburan di sana ada dalam keadaan yang lebih baik daripada di tempat-tempat lain karena Nazaret terletak di atas batu kapur. Nazaret harus tetap tinggal kecil karena dua sebab: daerah di sekitarnya berbatu-batu dan gersang, tidak memberikan banyak hasil bumi, dan hanya ada satu sumur kecil, dengan air sedikit saja.
Penggalian-penggalian menunjukkan bahwa pada zaman Yesus Nazaret terletak di atas gundukan kapur yang masih merupakan pusat Nazaret dewasa ini. Luasnya kira-kira seratus yar panjangnya kali lima puluh yar lebarnya. Tidak lebih dari dua puluh sampai tiga puluh rumah berdiri di tempat ini. Di bawah rumah-rumah itu dan juga di sekitarnya, telah dibuat gua-gua dalam batu karang yang berfungsi sebagai silo-silo untuk menyimpan gabah, sebagai ruang-ruang bawah tanah untuk menyimpan anggur, dan sebagai tempat-tempat menampung air hujan.
Gua-gua penyimpanan bawah tanah di Nazaret merupakan keadaan yang agak luar biasa. Keadaan itu merupakan bonus bagi desa; pasti itu karena letaknya di atas batu karang yang menguntungkan. Tujuan-tujuan penggunaan gua-gua itu menunjukkan bahwa penduduk Nazaret hidup dari bertani: Bertani kebun anggur, kebun zaitun, menanam gandum dan hasil-hasil bumi pokok lain. Nazaret zaman Yesus adalah kelompok yang terdiri dari dua puluh rumah tani, barangkali diatur secara rapat untuk melindungi diri semaksimal mungkin terhadap penduri dan perampok. Nazaret hanyalah sebuah titik kecil dalam peta Galilea, tempat yang pasti tidak akan menarik perhatian siapa pun seandainhya itu bukan rumah Yesus. “Orang Nazaret” menjadi nama keluarga Yesus.
4.2. Sanak Saudara Yesus
Orang-orang Nazaret pastilah merupakan sebuah klan yang terdiri dari keluarga-keluarga yang saling bertalian darah. Maria, ibu Yesus, tinggal di Nazaret sebelum perkawinannya dengan Yusuf. Yusuf pasti juga tinggal di Nazaret karena ia mengambil Maria ke rumahnya untuk menggenapkan perkawinan mereka. Ketika Yesus pada suatu hari berkunjung ke Nazaret, orang-orang Nazaret berkata tentang Dia:
“Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon, dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi, dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?
(Matius 13: 54-56)
Jika saudara-saudara-Nya laki-laki dan perempuan (=saudara-saudara sepupu Yesus dalam bahasa Semit), seperti mungkin kita sangka, pada waktu sudah kawin dan tinggal di rumah mereka sendiri, Yesus bertalian darah dengan separuh dari penduduk Nazaret!
Malapetaka menimpa des aitu kurang dari empat puluh tahun kemudian Ketika pasukan-pasukan Romawi menghancurkan daerah pedesaan dalam operasi-operasi militer mereka terhadap Yafa yang tidak jauh dari Nazaret (67 ses.M.). Flavius Josephus menceritakan bahwa orang-orang Romawi menempatkan 7000 serdadu di Sefforis yang secara sistematis menjarah rayah lembah-lembah di sekelilingnya, dengan membunuh semua orang lelaki yang perkasa dan menjual orang-orang yang lain sebagai budak belian. Para penduduk des aitu untuk sementara waktu mengungsi berlindung di benteng Yafa; ketika kota ini jatuh, semua orang yang masih hidup menemui nasib yang sama.
Apa yang terjadi terjadi terhadap sanak saudara Yesus?
Beberapa orang pasti mati Bersama dengan orang-orang Galilea yang lain. Orang-orang yang lain melarikan diri karena seperti dikatakan oleh sejarahwan kuno Eusebius, mereka telah menyebar dari Nazaret ke seluruh tanah Palestina. Kita ketahui suatu fakta bahwa beberapa orang menjadi anggota jemaat Kristiani purba di Yarusalem. Salah seorang uskup mereka, Yakobus, disebut “saudara Tuhan Yesus” dan Kelopas juga bertalian darah dengan Kristus, seperti dikatakan oleh tradisi. Beberapa orang dari sanak saudara Yesus bekerja sebagai misionaris-misionaris Kristen. Mungkin sekali bahwa nama-nama saudara-saudara laki-laki Yesus yang dikutip di atas – Yakobus, Yusuf, Simon, dan Yudas – dengan sangat mudah dikenang kembali dalam tradisi karena orang-orang Kristiani purba mengenal mereka.
Apakah beberapa orang dari keluarga Yesus kembali ke Nazaret sesudah perang dengan Roma?
Menurut bukti-bukti, rupanya tidak.
Kita tahu bahwa suatu klan imam dari Yarusalem menetap di sana dan membuatnya sebagai benteng pertahanan atau perlawanan Yahudi, anti-Kristiani. Kita memang menemukan cerita St. Konon, yang meninggal sebagai martir di Pamfilia pada tahun 249 sesudah Masehi. Diceritakan ia telah mengatakan di depan hakim Romawi: “Saya dari Nazaretdi Galilea. Saya sanak saudara Kristus yang saya abdi dan yang diabdi oleh leluhur saya.” Akan tetapi, asal-usulnya dari Nazaret tidak membuktikan bahwa ia benar-benar tinggal di Nazaret, seperti halnya bahwa Yusuf dari Betlehem tidak membuktikan ia diam di Betlehem. Epifanus mendengar dari Yusuf dari Tiberias (359 ses. M.) bahwa tidak ada orang Yunani, orang Samaria, atau orang Kristiani yang diam di Nazaret “sebab para penduduk Yahudi tidak membiarkan ada orang asing di tengah-tengah mereka”.
4.3. Tukang dari Nazaret
Kita tidak mempunyai tradisi Kristiani yang berlangsung terus di Nazaret. Tambahan lagi, tidak terdapat di sana bukti-bukti arkeologis yang meyakinkan tentang penghormatan orang Kristen sampai abad keempat. Ini berarti bahwa kita tidak dapat yakin apakah tempat-tempat suci di Nazaret sekarang ini menunjukkan letak setepatnya rumah Maria atau rumah Yusuf, ataupun letak rumah ibadat pada zaman Yesus.
Akan tetapi, hal ini tidak begitu penting. Luas Nazaret kuno tidak seberapa dan sangat tegas batasnya sehingga letak setepatnya rumah yang satu dengan yang lain tidak begitu menjadi masalah. Rumah-rumah itu sangat dekat satu sama lain: rumah leluhur Maria, rumah Yusuf dan Maria tempat Yesus menjadi besar, bangunan kecil yang berfungsi sebagai rumah ibadat, dan rumah-rumah para sanak saudara dan kawan. Semua rumah itu terletak dalam jarak panggil-teriak.
Tata letak sebuah desa seperti Nazaret, kita dapat yakin, tidaklah direncanakan. Tidak ada pusat yang sebenarnya, hanya ada dua tempat penting: rumah doa dan sumur, empat ratus yar di sebelah selatan desa. Tidak ada jalan dalam arti sebenarnya; hanya ada gang-gang di antara rumah-rumah atau dinding-dinding halaman mereka.
Menurut kepercayaan umum, Yesus adalah tukang kayu. Akan tetapi, kata yang dipakai dalam Injil-injil sebenarnya berarti pembangun, yaitu setiap orang yang pandai mengerjakan barang dari kayu, batu, atau logam. Di sebuah tempat seperti Nazaret, pekerjaan itu mencakup segala sesuatu yang bersifat membangun atau memelihara. Yesus disebut “anak Yusuf, tukang kayu” atau “tukang kayu” begitu saja. Dalam bahasa kita sekarang, itu berarti Yesus adalah kontraktor bangunan, tukang batu, tukang kayu, dan pandai besi semuanya menjdi satu. Yesus adalah tukang serba bisa di Nazaret.
Yesus mengenal semua rumah di Nazaret sebab Ia telah membangun rumah-rumah itu atau memperbaiki. Sebuah rumah petani biasanya hanya terdiri dari satu ruang segi empat, kira-kira 12 kaki kali 14 kaki luasnya. Di Nazaret dinding-dindingnya dibangun dengan blok-blok kecil batu kapur. Atap-atapnya dibangun dengan meletakkan ranting-ranting pada kayu-kayu ara dan menutupi permukaannya dengan lumpur yang padat dan kering. Rumah itu mempunyai satu jalan masuk yang dapat diberi pintu dari kayu, dan satu atau dua jendela kecil, persegi.
Lantai rumah dibagi menjadi dua bagian. Tempat di dekat pintu terbuat dari tanah yang dipadatkan. Di sini terdapat alat-alat rumah tangga dan alat-alat pertanian. Di sini juga terdapat tempat perapian jika orang harus memasak atau berdiang di dalam rumah. Bagian yang lain berupa lantai yang terbuat dari batu yang agak tinggi untuk kegiatan-kegiatan keluarga, seperti makan dan tidur.
Dinding batas yang rendah di depan rumah atgau di samping rumah digunakan untuk mengandangkan binatang-binatang ternak pada malam hari. Di sini juga terdapat tempat-tempat penampungan air hujan dan silo-silo pada waktu penggalian. Beberapa undak-undakan naik menuju atap rumah dari dalam tempat pengandangan tersebut. Dari sini juga ada undak-undakan yang menuju ke ruang-ruang bawah tanah kalau ada ruang seperti itu di rumah.
Pengalaman Yesus sebagai tukang kayu atau pembangun tampak dalam beberapa perumpamaan yang digunakan-Nya.
- Seseorang mungkin mendirikan rumah di atas pasir dalam musim kemarau dan percaya semuanya berjalan dengan baik. Akan tetapi, ketika hujan dan angin turun menimpa rumah itu, rubuhlah dinding-dindingnya. Hanya rumah yang dibangun di atas batu akan tetap berdiri.
- Yesus memberi Simon nama Arami Kefas, artinya: batu karang (“Petrus” dalam bahasa Yunani); Ia hendak membangun Gereja-Nya di atas kekuatan Batu Karang.
- Seseorang yang hendak mendirikan rumah bertingkat dua harus menyadari bahwa fundasi-fundasinya dan dinding-dindingnya harus diperkuat secara istimewa. Ia harus menghitung-hitung biayanya terlebih dahulu; kalau tidak, ia tidak akan dapat menyelesaikan pembangunan rumahnya dan akan ditertawakan oleh tetanggnya.
- Batu tak terbentuk yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan karena tidak baik sebagai bahan pembangunan dinding mungkin ternyata bagus sekali menjadi batu penjuru. Batu ini akan dapat menopang dua atau tiga dinding sekaligus.
4.4. Hidup Sehari-hari
Orang-orang Nazaret menggarap tanah. Mereka mempunyai kebun buah atau kebun anggur atau menggarap kebun-kebun itu sebagai penyewa tanah dari tuan tanah yang kaya. Yesus sendiri pasti juga telah menggarap kebun selama berhari-hari untuk memangkas pohon-pohon anggur dan mengumpulkan panenan. Akan tetapi, pada waktu-waktu yang lain ia berkeliling untuk mengerjakan beraneka macam pekerjaan: memperbaiki atap rumah, membuat penampungan tempat air hujan, mengukir luku yang baru. Ia mungkin mendapat ayaran berupa barang-barang atau hasil-hasil bumi (gandum, minyak, atau buah ara).
Para wanita di desa itu akan turut serta bekerja di kebun-kebun atau ladang-ladang sedapat-dapat mereka. Sebagian dari hari mereka digunakan untuk mengambil air dari sumur, menggiling gandum, dan menyediakan makanan untuk keluarga. Para lelaki desa akan pulang pada waktu petang. Mereka akan mengandangkan kambing-kambing dan domba-domba mereka. Rutinitas pekerjaan sehari-hari sangat banyak memerljukan kerja jasmani yang keras dan banyak. Sedikit waktu tersisa untuk bersenggang-senggang. Hubungan-hubungan dengan orang-orang luar dibatasi pada kunjungan-kunjungan dari keluarga dan sahabat-sahabat yang tinggal di kota-kota lain, dan pada ziarah tahunan ke Yerusalem.
Hampir dalam segala hal Yesus pasti hidup seperti orang-orang lain di desa-Nya. Namun, ada juga perbedaan. Sejak usia dini ia pasti banyak merenung dan berdoa. Nazaret terletak di tempat yang terpencil, tetapi menatap dunia yang lebih luas. Selama beberapa kesempatan John Wijngaards mendapat keistimewaan dapat berkunjung ke Nazaret. Pada waktu itu ia berkeliling di daerah pedesaan di sekitarnya. Yang sangat mengesankan ialah pemandangan-pemandangan elok yang diberikannya. Dari sebuah puncak di atas des aitu orang dapat melihat ke selatan dan memandangi dataran Yezreel yang indah permai, ke barat menatap Gunung Karmel di pantai Laut Tengah dan ke timur menyaksikan Gunung Tabor. Pada hari yang cerah orang bahkan dapat melihat, jauh di sebelah utara, puncak Gunung Hermon yang tertutup salju. Yesus pasti telah duduk di sana dan berpikir-pikir tentang dunia yang menjadi lingkungan-Nya.
Lukas menceritakan dalam Injilnya bahwa pada waktu berusia dua belas tahun Yesus menenyakan soal-soal yang membuat para ahli Kitab di Kenisah Yerusalem tercengang-cengang. Pertanyaan-pertanyaan itu pasti berkenaan dengan Kitab suci. Yesus telah belajar membaca dan menulis. Setiap jemaat Yahudi yang memiliki sebuah rumah ibadat akan mengupayakan agar sejumlah anak yang pintar diberi pelajaran abjad Ibrani sehingga mereka dapat menjadi pembaca pada hari Sabat. Yesus adalah salah satu dari mereka.
Yesus mempelajari alam, “karya Bapa-Nya”, dan sabda Bapa, Kitab-Kitab Suci yang mendapat ilham dari Roh Kudus. Akan tetapi, Ia juga mempelajari orang-orang. Sebab orang-orang itulah yang menjadi minat perhatian-Nya yang utama.
Orang-orang Nazaret telah mendengar berita tentang apa yang dikerjakan Yesus di Kapernaum. Keberhasilan-Nya yang nyata sebagai pengajar dan penyembuh memikat mereka. Tidak pernah mereka menduga hal yang seperti itu dari “tukang” mereka yang tenang dan ugahari itu! Apa yang dimaui-Nya? Dari mana Ia peroleh kuasa-kuasa yang luar biasa itu?
Ketika pada suatu hari Ia berkunjung ke desa-Nya, Yesus bergabung dengan mereka berdoa di rumah ibadat pada hari Sabat. Ketika Ia diminta untuk membacakan, Ia menggunakan kesempatan itu untuk menerangkan perutusan-Nya. Ia memilih Yesaya 61: 1-2 untuk maksud itu.
“Roh Tuhan ada pada-Ku”
“Apa yang sedang Aku lakukan, Aku lakukan dengan kuasa Bapa.
Ia telah memanggil Aku seperti Ia telah memanggil demikian banyak nabi pada masa yang lalu.”
“Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin.”
“Bapa mengutus Aku kepada orang-orang biasa dengan suatu amanat yang akan membuat mereka bahagia.”
“Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan bagi orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas dan untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”
“Dengan lantaran-Ku Bapa memulai pembebasan kemesiasan yang dijanjikan oleh para nabi-Nya.”
Yesus menyatakan dengan jelas bahwa Dialah Mesias yang sedang dinanti-nantikan oleh orang-orang Yahudi – sesuatu yang barangkali sukar dipercayai oleh sanak saudara-Nya. Dan Ia mengatakan bahwa tugas perutusan-Nya adalah membantu orang-orang. Pembebasan dan penyelamatan orang-orang adalah hal yang diprioritaskan-Nya. Hal ini juga membuat gusar kawan-kawan lama-Nya karena rupanya Ia lebih memihak pada “orang-orang luar”.
Nubuat-nubuat Yesaya yang dikutip Yesus banyak berbicara tentang memulihkan nasib Israel sebagai bangsa dan membangun kembali Yarusalem dalam segala kemuliaannya. Yesus dengan sengaja memilih bagian yang berbicara tentang pembebasan dan penyelamatan orang-orang yang berkekurangan: orang miskin, orang buta, orang tertindas, penyewa-penyewa yang dipenjara karena tidak dapat membayar hutang mereka. Yesus tidak datang untuk menciptakan lembaga-lembaga baru. Ia datang untuk orang-orang.
“Mengapa Engkau tidak mengadakan mujizat-mujizat di tengah-tengah kami, seperti Kau adakan di Kapernaum?” mereka ingin tahu.
“Saya mau seandainya saja kamu percaya kepada-Ku,” jawab-Nya.
“Mengapa Kau kerjakan lebih banyak bagi orang-orang asing, bagi orang-orang luar daripada bagi kami sendiri?” desak mereka bertanya.
“Orang-orang luar percaya. Iman kepercayaan lebih penting bagi Bapa daripada hubungan darah. Itulah sebabnya Elia menyediakan makanan bagi janda yang tinggal di Sidon, dan tidak bagi janda-janda di Israel. Elisa menyembuhkan Naaman, orang kusata dari Siria, tetapi tidak menyembuhkan orang-orang kusta Yahudi. Tambahan lagi, nabi-nabi tidak pernah diterima di negeri mereka sendiri.”
Orang-orang Nazaret menjadi marah. Mereka menyeret-Nya keluar dari rumah ibadat dan “membawa-Nya ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan-Nya dari tebing itu. Maknanya jelas. Mereka menganggap pernyataan tentang perutusan-Nya sebagai Mesias itu hojatan. Mereka berketetapan untuk menghukum-Nya dengan hukuman yang diperintahkan, yakni merajam si penghojat sampai mati. Perajaman itu diawali dengan melemparkan si penghojat dai suatu ketinggian, kemudian menghancurkannya dengan batu. Tempat yang wajar untuk pelaksanaan hukuman seperti itu adalah tebing yang curam pada salah satu sisi desa. Namun, Yesus “berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi”. (Lukas 4:30)
Reaksi keras orang-orang sedesa Yesus memberi kita gambaran tentang fanatisme orang-orang biasa dalam berpegang pada keyakinan-keyakinan keagamaan mereka, Bagi orang-orang Kristiani purba peristiwa itu menggambarkan sebelum penolakan yang lebih tragis lagi terhadap Yesus oleh Israel sebagai keseluruhan. Perkataan Yesus bahwa seorang nabi tidak akan disambut di negerinya sendiri mempunyai implikasi-implikasi yang jauh lebih luas. Akan tetapi, bagi Yesus adalah masalah prinsip bahwa telah datang bukan untuk menyenangkan sanak saudara-Nya sendiri, melainkan untuk melayani orang-orang yang berkekurangan. Mereka seharusnya tahu.
Bahkan sebelum terjadi pertentangan di Nazaret itu sendiri, Yesus telah menjelaskan hal ini sejelas-jelasnya. Ketika Ia sedang mengajar orang banyak di dalam rumah-Nya di Kapernaum, sekelompok sanak saudara-Nya, dengan disertai oleh ibu-Nya, mencoba mendapat perhatian istimewa. Barangkali mereka mengharapkan Yesus membubarkan orang banyak itu dan menjamu mereka di rumah-Nya.
“Lihat, ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar, dan berusaha menemui Engkau.
“Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?” jawab Yesus. Lalu sambal menunjuk kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya, Ia berkata: “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”
(Markus 3: 32-35)
Salah satu tuntutan radikal perutusan Yesus ialah bahwa Ia harus menghargai orang-orang menurut martabat mereka sendiri; bukan karena ada hubungan darah dengan-Nya atau kepentingan bersama dengan-Nya. Prioritas pertama dalam Kerajaan Allah tetap baik dahulu maupun sekarang, adalah orang-orang.
5. HIDUP DI BAWAH PENGUASA ROMA
Selama berabad-abad sebelum kelahiran Yesus, Palestina dikuasai orang asing – pertama adalah Yunani dan kemudian Roma. Penguasa Roma menunjuk Herodes Agung untuk memerintah Palestina dan memberikan kepada orang Yahudi kebebasan tertentu untuk mengatur diri dalam urusan keagamaan.
Ketika Yesus dilahirkan, Palestina telah lama menikmati kemewahan mengatur urusannya sendiri tanpa campur tangan pihak luar. Antara tahun 333 BCE dan invasi orang-orang Roma pada tahun 63 BCE, banyak kebudayaan Yunani telah diperkenalkan kepada bangs aitu (suatu proses yang disebut “Helenisasi”). Salah satu pembaruan adalah pemakaian bahasa Yunani. Yudas Makabe, seorang figur karismatis yang dipandang oleh sejumlah orang sebagai Mesias Yahudi, memimpin suatu pemberontakan pada abad ke-2 BCE melawan pengaruh Yunani ini.
5.1. Herodes Agung
Orang Roma terlibat urusan Palestina pada tahun 63 BCE Ketika Pompeius menyerbu wilayah itu. Pada tahun 37 BCE, Herodes Agung, seorang yang separo Yahudi, mampu mendapatkan dukungan Roma untuk memerintah wilayah itu atas nama orang Roma sampai wafatnya pada tahun 4 BCE. Herodes adalah seorang yang kejam, juga penguasa yang licik. Ia selalu menyingkirkan siapa pun yang diyakininya tidak loyal atau yang mengancam singgasananya. Di antara orang-orang yang dibunuhnya adalah istrinya, ibu mertuanya, saudara iparnya yang lelaki, tiga putranya, dan beberapa teman dekat. Herodes adalah raja Yudea Ketika Yesus dilahirkan di Betlehem pada tahun 5/4 BCE.
Herodes mencoba menyenangkan orang-orang Yahudi dengan membangun Bait Allah di Yerusalem. Ketika ia meninggal, proyek Pembangunan itu belum selesai, dan masih membutuhkan waktu yang lama. Proyek-proyek pembangunan yang lain terlaksana di bawah petunjuk-petunjuk raja, termasuk kuil-kuil untuk dewa-dewi Roma, seperti pembangunan kembali Samaria, yang telah diberi nama Sebaste – istilah Yunani untuk kata Latin Augustus. Ia juga membangu sebuah Pelabuhan laut dan kota yang megah di pesisir Laut Tengah yang diberi nama Kaisarea, juga untuk menghormati penguasa Roma.
- Hidup Sehari-hari di Palestina
Para pedagang dan saudagar hilir mudik di Palestina dalam perjalanan mereka dari Timur Tengah ke Laut Tengah dan sebaliknya.
Yesus cenderung menghindari rute perdagangan utama melalui Palestina. Sebagai gantinya, Ia berkeliling dengan berjalan kaki Bersama para murid-Nya menyeberangi wilayah itu melewati jalan-jalan kecil. Sebagaimana tampak dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati, perjalanan itu dapat saja sangat sepi dan sangat berbahaya.
6.1. Mata Uang
Mata uang Roma digunakan di seluruh kekaisaran, tetapi ada beberapa bentuk mata uang lokal yang juga dipakai. Denarius (mata uang terbuat dari perak) adalah mata uang yang paling luas dipakai di Palestina dan digunakan untuk membayar pajak kepada Roma. Mata uang ini menampilkan gambar kaisar. Yesus menyebut itu ketika Ia ditantang sehubungan dengan hal membayar pajak, karena memakai uang Roma merupakan sesuatu yang senantiasa mengingatkan orang-orang Yahudi bahwa mereka adalah orang-orang yang tunduk. Ada juga mata uang khusus untuk membayar pajak Bait Allah, dan karena itu ada aktivitas pertukaran uang yang sarat dengan kejahatan, sesuatu yang pernah diobarak-abrik oleh Yesus.
6.2. Pekerjaan
Palestina pada umumnya merupakan daerah pertanian, dan ada banyak rujukan pertanian di dalam Injil, khususnya dalam sejumlah perumpamaan yang dikemukakan oleh Yesus. Dari perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh, tampak bahwa pertanian merupakan suatu pekerjaan yang memberi keuntungan besar. Pada saat yang sama, itu sungguh berat bagi para buruh penggarap yang berada di level paling bawah.
Banyak usaha pertanian yang merupakan penyangga dasar kehidupan. Gandum merupakan makanan pokok orang Palestina, meskipun gerst (barley), buah zaitun, dan anggur tumbuh di banyak tempat. Kegiatan membajak dan menabur dilakukan pada awal November setelah hujan mulai turun, tetapi musim kemarau yang tak terduga merupakan bahaya yang terus-menerus mengancam. Para petani menabur benih dengan tangan, dan pemandangan seperti ini merupakan dasar bagi perumpamaan Yesus yang terkenal, yakni tentang penabur. Tanaman gandum dituai pada bulan Mei atau Juni.
6.3. Menangkap Ikan
Penangkapan ikan sangat penting bagi perekonomian Palestina, dan dapat jadi sangat menguntungkan. Murid-murid Yesus yang pertama adalah para nelayan dan Yesus membuat banyak simbolisme menyangkut profesi mereka. Misalnya, Yesus berjanji kepada Petrus dan Andreas, saudaranya, bahwa mereka akan menjadi penjala manusia demi Kerajaan Allah sebagai ganti penjala ikan.
***
SUMBER TULISAN:
- Keene, Michael., YESUS, Yogyakarta: Kanisius, 2007
- Wijngaards, John., YESUS SANG PEMBEBAS, Yogyankarta: Kanisius, 1994
- Harjawiyata, OCSO, Frans (Editor)., YESUS DAN SITUASI ZAMANNYA, Yogyakarta: Kanisius; 1998
2,043 total views, 9 views today
Ketua Komsos Paroki St Ignatius Loyola Semplak Bogor Periode 2019-2022